Mohon tunggu...
LAYLA NOVIA RAMADHANI
LAYLA NOVIA RAMADHANI Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

just shut up the rest ytta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gagasan tentang Isu Legal Pluralism

14 Desember 2022   00:10 Diperbarui: 14 Desember 2022   00:15 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Artikel populer yang dibuat oleh Layla Novia Ramadhani, NIM (202111083), Kelas (HES 5C)

EFEKTIVITAS HUKUM DALAM MASYARAKAT

Yang pertama akan membahas mengenai Efektivitas Hukum. Perlu dipahami bahwa jika kita berbicara tentang efektivitas hukum, itu berarti kita berbicara tentang kemampuan hukum dalam beroperasi untuk mengatur dan bahkan menegakkan kepatuhan terhadap hukum. Jika kita ingin mengukur efektif tidaknya suatu hukum dalam masyarakat, dapat dilihat dari tingkah lakunya, apakah sesuai dengan maksud atau tujuan dari aturan hukum perundang-undangan. Efektivitas hukum mengacu pada konsistensi antara isi ketentuan hukum dan pelaksanaannya. Efektivitas suatu undang-undang tergantung pada seberapa baik masyarakat, termasuk aparat penegak hukum, mematuhi undang-undang itu sendiri. Oleh karena itu, tingkat kepatuhan hukum yang tinggi merupakan tanda berfungsinya sistem hukum, sehingga tercapai tujuan hukum dalam masyarakat. Tanpa itu, hukum tidak dapat berfungsi secara efektif. Faktor pendukung lainnya seperti aparat penegak hukum dan masyarakat, Tapi ini tidak membuat hukum langsung bisa bekerja secara efisien karena memerlukan beberapa langkah hukum yang ditegakkan.

Hukum dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, dan masyarakat adalah tempat di mana hukum diterapkan. Keberadaan hukum tergantung pada kehendak masyarakat dan kesadaran hukum. Selain itu, pesatnya perkembangan masyarakat, teknologi dan informasi sekarang ini menyebabkan orang berfikir ulang tentang hukum. Dimulai dari perhatian terhadap interaksi antar sektor hukum dan masyarakat dimana hukum tersebut ditetapkan. Namun kembali lagi, bahwa masalah kesadaran hukum masyarakat masih menjadi salah satu faktor terpenting dari efektivitas suatu hukum yang ditetapkan dalam suatu negara. Salah satu upaya supaya masyarakat mentaati kaidah hukum adalah dengan mencantumkan saksi-saksinya secara jelas. Saksi tersebut bisa berupa saksi negatif maupun positif.

 Menurut keterangan Clerence J Dias yang dikutip oleh Marcus Priyo Guntarto, ada lima (lima) syarat untuk satu sistem hukum yang efektif yang berbunyi sebagai berikut: (1) Isi aturan-aturan itu ditangkap mudah atau tidak maknanya. (2) Masyarakat umum tidak memahami isi aturan-aturan yang bersangkutan. (3) Agar efektif dan efisien, kebijakan mobilisasi hukum harus didukung oleh lembaga-lembaga administratif yang rela mengorbankan kepentingannya sendiri untuk melaksanakan inisiatif mobilisasi tersebut. Selain itu, proses mobilisasi hukum harus melibatkan partisipasi warga sipil yang terkena dampak. (4) Mungkin ada beberapa mekanisme sengketa penggusuran yang tidak hanya harus mudah dihubungkan dan digunakan oleh setiap anggota masyarakat, tetapi juga harus sangat efektif dalam melakukannya. (5) Ada desas-desus tertentu dan keyakinan kuat di antara faksi-faksi rakyat yang bertikai bahwa hukum adalah pranata-pranata dan aturan-atauran.

Intinya adalah kesadaran umum rakyat bahwa undang-undang tertentu dipahami, dipahami, diamati, dan dihargai. Jika masyarakat umum hanya memahami satu bagian dari undang-undang tersebut, tingkat ketidakpastian yang melingkupinya akan lebih tinggi dari pada awalnya. Kesadaran hukum yang dimiliki oleh masyarakat tertentu dapat dengan mudah luntur oleh perilaku atau sebagai hal yang memungkinkan seseorang untuk bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar baik materil atau immateril jika tidak patuh. Situasi ini, kepentingan seseorang akan lebih sering memprihatinkan karena kurangnya rasa hormat mereka terhadap hukum.

PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI'AH

Islam dapat dipelajari dengan berbagai pendekatan, salah satunya yaitu pendekatan sosiologis. Ciri-ciri pendekatan sosiologi dalam studi agama termasuk hukum Islam adalah; bersumber pada dalil-dalil al-Quran dan hadis sebagai sumber normatif, adanya hukum yang dihasilkan dari dalil-dalil tersebut. Melalui  pendekatan  sosiologis, agama akan dapat dipahami dengan mudah karena agama sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Salah satunya yaitu mengenai hukum ekonomi syari'ah. Contohnya adalah "Pendekatan Sosiologi Hukum terhadap Praktik Jual Beli Followers dimedia Sosial Instagram di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan" yang menurut hasil dari data yang dikumpulkan oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa instrumen yang dijual mungkin tidak stabil atau berbahaya secara keseluruhan Hal ini disebabkan tidak adanya barang dagangan yang dianggap bermutu tinggi. Studi saat ini mendukung anggapan bahwa perjanjian jual beli yang dibuat secara damai memiliki tujuan yang jelas untuk barang yang dibeli. Oleh karena itu, penjualan barang seperti ini akan mengakibatkan sifat dan tidak adanya garis hukum yang jelas. Solusi dari praktek jual beli yang terjadi saat ini adalah dikembangkannya suatu sistem yang dikenal dengan "akad saling senang" yang mengacu pada "akad saling percaya" dalam hal transaksi uang dan penilaian terhadap objek yang dijual. Oleh sebab itu perbuatan tersebut merupakan perilaku menyimpang menurut pandangan sosiologi karena tidak sesuai dengan norma yang terdapat dalam masyarakat.

MUNCULNYA GAGASAN PROGRESSIVE LAW

Dinilai dari keefektivan hukum yang berada di negara Indonesia bahwa menunjukkan ketidakefektivan dalam berjalannya hukum. Dalam suatu masyarakat, hukum memainkan peranannya yang sangat penting, dan hukum juga mempunyai multifungsi seperti kebaikan masyarakat, membentuk keadilan, kepastian hukum dan lainnya. Akan tetapi, sering terjadi dimana penguasa negara menggunakan hukum yang semena-mena bahkan tidak mencapai suatu keadilan.

Biasa disebut dengan istilah "hukum tumpul keatas dan hukum tajam kebawah" ungkapan tersebut sangat tidak asing. Di dalam Pasal 28 D ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa "setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di hadapan hukum". Namun kenyataannya, keadilan bagi kelas bawah kurang diperhatikan, dan lebih mudah bagi mereka yang berstatus tinggi untuk mendapatkan perlakuan khusus. Pemegang profesi hukum yang termasuk dalam kelas atas berisiko besar jatuh ke dalam praktik manipulasi kepentingan. Ini benar-benar tidak berlaku adil bagi masyarakat. Keadilan dalam konteks ini adalah persamaan antara anggota masyarakat yang tidak membeda-bedakan satu sama lain, dan mereka harus memberikan perlakuan yang sama di mata hukum kepada setiap anggota masyarakat, termasuk golongan menengah ke bawah dan golongan atas, tanpa membeda-bedakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun