Mohon tunggu...
Darwis Kadir
Darwis Kadir Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya ingin bercerita tentang sebuah kisah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu-ibu yang Rela Berburu Harga

9 Maret 2018   08:22 Diperbarui: 9 Maret 2018   08:30 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.ucokdurian.id

Pria dan perempuan memiliki perbedaan mendasar dalam belanja. Bukan cuma karena perempuan doyan belanja kiri kanan karena faktor materi berlebih. Akan tetapi sebagian besar perempuan yang pandai mengatur keuangan keluarga mempunyai berbagai trik hemat.

Jurus jitu berhemat bukan berarti mengorbankan kebutuhan lain. Kebutuhan tersebut tetap dipenuhi dengan jalan membeli dengan harga murah. Jamak kita saksikan berbagai gerai,toko dan pasar-pasar muncul dalam melayani kebutuhan masyarakat. Harga-harga yang ditawarkan pun kini bersaing. 

Pengalaman yang saya saksikan dan dengar,ibu-ibu akan memilih toko atau kios yang menetapkan harga paling murah. Terkadang tempat yang cukup jauh bukan masalah. Mereka pintar mengkalkulasi dengan harga murah selisih 2000 rupiah saja,maka akan banyak yang dibeli,mumpung murah. Uang 2000 itu pun misalnya bisa dibelikan barang lain.

Jika kita sebagai konsumen,maka lebih banyak menerapkan inti hukum permintaan. Hukum permintaan lebih kurangnya menjelaskan bahwa semakin murah harga barang atau jasa maka akan semakin banyak barang diminta. Konsumen pasti akan bertambah membeli barang/jasa ketika harganya murah.

Berbeda dengan penerapan hukum penawaran,yang berinti ketika harga barang atau jasa itu naik maka semakin banyak juga barang dan jasa yang ditawarkan. Dalam hal ini penjual bermaksud meraup untung banyak.

Dalam kaitannya tadi dengan prinsip ibu-ibu,mereka mencoba penerapan prinsip ekonomi baru. Dengan tingkat pengorbanan tertentu berusaha mendapatkan hasil yang maksimal. Namun sebagian dari ibu-ibu ini berharap pada prinsip ekonomi lama yang hanya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya berusaha mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya.

Tak heran ketika sebuah toko di awal menerapkan harga murah akan diserbu konsumen. Pembeli biasanya dari tempat jauh rela datang hanya untuk mendaptkan selisih harga 2000 an sampai 5000 an.

Yang kemudian menjadi permasalahan toko terkadang tidak konsisten. Harga murah di awal hanya strategi menarik pembeli. Setahap demi setahap barang-barang akan dinaikkan menyamai harga tempat lain.

Konsumen yang jeli kemudian mencari toko lain yang menerapkan harga paling murah. Untuk hal ini saya patut ajukan jempol untuk emak-emak. Dan harga murah dari toko ini akan cepat tersebar lewat mulut ke mulut. Hasilnya pembeli pun berdatangan dan meninggalkan toko lama.

Tak ada yang kekal,tak ada keloyalan dalam usaha dagang ketika dirasa tak ada keuntungan di dalamnya. Toko yang mampu menarik simpati pembeli dengan harga yang kompetitif dijamin akan bertahan lama.

Betapa dahsyatnya para ibu-ibu ini rela berburu harga termurah demi pemenuhan kebutuhan keluarga. Tak jarang pun mungkin mendapat sindiran dari suaminya ketika harus jadi pengantar. Kalau hanya beda 2000-5000 buat apa jauh-jauh belanja. Inilah beda perempuan dan laki-laki. Ini adalah bentuk strategi pengeluaran berbasis prinsip ekonomi. Dan laki-laki tak perlu tahu urusan ini. Cukup berikan saja uang belanja bulanan dan ibu-ibu akan eksekusi harga sendiri. Setuju ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun