Mohon tunggu...
Darwis Kadir
Darwis Kadir Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya ingin bercerita tentang sebuah kisah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pejabat yang Memilih Jalan Sunyi

27 Februari 2018   16:05 Diperbarui: 27 Februari 2018   16:18 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya pernah bertandang sekaligus silaturrahmi ke rumah pejabat pada sebuah instansi pemerintahan di kabupaten. Pejabat ini juga adalah seorang mubalig handal yang sering mengisi ceramah dan khutbah di setiap masjid.

Akrab kami berdiskusi tentang berbagai permasalahan seputar profesi yang berada dalam naungan institusinya tempatnya bertugas sebagai pegawai negeri.

Sebagai pejabat tentulah banyak problem yang mesti dihadapi dengan kepala dingin. Tuntutan pekerjaan itu harus mengedepankan aspek kesabaran. Ada pernyataan beliau yang saya anggap menarik ketika menghadapi masalah yang sudah melibatkan kuli tinta. Namanya wartawan akan berusaha mencari info dan menggali sebanyak-banyaknya untuk dijadikan berita.

Ketika masalah ini tadi menyebar,para wartawan berusaha menghubungi pejabat ini,dari menelpon langsung ataupun sms. Menariknya ketika pejabat ini mengetahui yang menghubungi adalah wartawan dia tidak memberikan tanggapan atau penjelasan. Alasannya ketika misalnya sms itu dijawab dari satu pertanyaan akan meluas menjadi beberapa pertanyaan,ada apa ? Kenapa ? Penyebabnya ?,solusinya ? Dll. Alasannya saat itu bahwa ini permasalahan bisa diselesaikan secara internal tanpa perlu di ekspos kepada khalayak.Marahkah pejabat ini ? Tentu tidak. Pendekatan pemecahan masalah yang ditempuhnya saja berbeda.

Menurut saya,sah-sah saja apa yang beliau lakukan. Dia lebih memilih diam dalam konteks sebuah masalah yang memang tidak perlu diumbar apalagi ketika ada faktor kepentingan di dalamnya.

Dalam agama pun kita sebaiknya menghindari perdebatan.Upayakan hindari perdebatan walaupun merasa benar. "Merasa"disini juga artinya masih subjektif.

Dalam kata-kata bijak,emas itu adalah diam. Versi Bugis Ulaweng mammekko'E,salaka mette'E. (Diam itu emas dan berkata adalah perak) Dalam konteks tertentu. Artinya kita dituntut untuk lebih arif memaknai setiap permasalahan yang dikhawatirkan mendatangkan mudharat bagi saudara kita yang lain.

Pro kontra hal biasa. Untuk menyelesaikan sebuah perbedaan banyak cara bisa ditempuh. Memilih jalan sunyimenurut penulis lebih adem ayem ketimbang harus menjadi santapan publik. Yang mana mereka belum tentu tahu situasi yang terjadi dari A-Z. Menimbulkan interpretasi berbeda. Mungkin metode pejabat di atas bisa dicoba. Trial and error istilahnya. Terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun