PSSI mengumumkan Indra Sjafri kembali memimpin Timnas U-23 untuk SEA Games 2025, publik seolah mendapat suntikan semangat baru. Sosok yang identik dengan ketenangan dan pembinaan jangka panjang ini bukan hanya membawa harapan pada medali, tetapi juga pada sesuatu yang lebih mendasar , keyakinan bahwa sepak bola masih bisa menjadi cermin nilai-nilai kebangsaan kita.
Indra bukan nama asing di telinga masyarakat. Ia yang pada SEA Games 2023 berhasil mempersembahkan emas pertama setelah 32 tahun. Momen itu bukan sekadar perayaan di atas podium, tetapi refleksi tentang bagaimana kerja keras, kesabaran, dan kebersamaan bisa mengalahkan segala keraguan. Kini, saat ia kembali dipercaya, publik tidak hanya menuntut kemenangan, tapi juga menaruh harapan: bahwa sepak bola Indonesia akan terus tumbuh sebagai ruang persaudaraan dan pembentukan karakter bangsa.
Bonus Demografi dan Krisis Kolektivitas
Indonesia sedang berada di masa penting sejarahnya. Dalam dua dekade ke depan, bonus demografi akan mencapai puncak. Generasi muda memegang kunci masa depan Indonesia Emas 2045. Namun, bersamaan dengan kemajuan teknologi, muncul juga gejala yang mengkhawatirkan: budaya instan, menurunnya solidaritas sosial, dan berkurangnya semangat gotong royong. Data Setara Institute (2023) menunjukkan, tingkat toleransi dan solidaritas generasi muda turun 12 persen dibanding 2018. Sementara Riskesdas (2023) mencatat, 33,5 persen masyarakat Indonesia tergolong kurang aktivitas fisik, cerminan gaya hidup pasif dan individualistik. Di tengah situasi itu, sepak bola punya keistimewaan tersendiri. Ia mampu menyatukan orang-orang yang bahkan tak saling kenal. Di stadion, tak ada lagi sekat antara suku, agama, atau status sosial. Semua bersorak untuk satu hal yang sama: merah putih di dada pemainnya. Di situlah nilai Pancasila hidup tanpa perlu dikhotbahkan.
Nilai Pancasila di Kaki dan Hati
Indra Sjafri dikenal bukan hanya karena kecerdasannya membaca permainan, tetapi juga karena pendekatannya yang humanis. Ia sering menekankan pada anak didiknya bahwa menjadi pemain nasional berarti belajar menghormati proses, disiplin, dan sesama manusia. Nilai-nilai itu sejatinya adalah turunan langsung dari Pancasila.
Kemanusiaan (Sila 2): tampak dalam sportivitas, saling menghargai meski bersaing keras.
Persatuan (Sila 3): hidup di setiap sorakan penonton yang datang dari berbagai penjuru negeri.
Keadilan (Sila 5): hadir lewat keberanian Indra memberi kesempatan pada pemain daerah, bukan hanya mereka yang lahir di kota besar.
Menurut data PSSI (2024), sekitar 60 persen pemain U-23 yang diasuh Indra berasal dari klub luar Jawa. Artinya, kesempatan tidak lagi dimonopoli oleh pusat. Dalam bahasa sederhana, ini adalah praktik nyata keadilan sosial di lapangan hijau.
Pendidikan Jasmani adalah Pondasi Karakter Bangsa