Mohon tunggu...
Latisa Septiana
Latisa Septiana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Latisa s. w

Mahasiswi yang menyukai alam dan ilmu sejarah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tebang Pilih, Itu Hukum atau Perhutanan?

7 Juni 2021   20:24 Diperbarui: 7 Juni 2021   21:00 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tebang pilih, itu hukum atau perhutanan?

Assalamualaikum wr. wb, salam sejahtera bagi kita semua. Ini adalah kali pertama saya menulis di blog kompasiana, saya percaya bahwa pengalaman adalah guru terbaik dalam kehidupan. Maka dari itu saya ingin mencoba hal baru dengan menulis di blog kompasiana.

Sebelum itu kita harus tau apa itu perlindungan hukum, agar tepat dalam berpendapat.
Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum (Ibid, hlm.3).

Hal yang umum kita dengar bahwa "semua orang sama dimata hukum" , menurut saya hal ini belum sepenuhnya berlaku di Indonesia. Tebang pilih masih dilakukan pada jaman sekarang ini, hak perlindungan hukum bagi rakyat kecil seakan tidak berlaku lagi. Perlindungan hukum hanya berlaku pada status sosial tertentu, memang tidak semua kasus menggunakan sistem tebang pilih, namun jika dilihat akhir akhir ini memang seperti itu adanya . Kemudian apa yang dimaksud tebang pilih dalam perlindungan hukum?

Perlindungan hukum di Indonesia masih tebang pilih, tumpul ke atas dan runcing ke bawah. Apa maksudnya? Maksudnya adalah hukum di Indonesia masih memandang status sosial seseorang untuk mendapatkan hak perlindungan hukumnya. Tumpul ke atas, apabila seseorang memiliki uang, pangkat, jabatan, dan lingkungan yang mendukung, maka hukum akan menjadi tumpul (kebal hukum). 

Namun berbeda halnya dengan seseorang yang status sosialnya bisa dikatakan masih rendah, maka hukum seakan akan menusuknya. Pernyataan ini berdasarkan apa yang ada. Suatu kasus yang menimpa pejabat, publik figure, dan orang berpengaruh lainnya akan menjadi sulit diproses, dan perlahan lahan dilupakan. Sedangkan hal sepele yang dilakukan rakyat kecil akan langsung di tindak dan diberi hukuman. 

Misalnya saja kasus seorang kakek yang terpaksa mencuri singkong untuk makan, miris memang mendengarnya. Kemudian kakek ini dipenjara, hal sepele saja dapat membuatnya di penjara. Bukan hanya satu atau dua kasus yang seperti ini. 

Contoh lain adalah ketika seorang publik figure melakukan tindak asusila dan seharusnya menjalani hukuman, justru masih bebas berkeliaran dan hanya wajib lapor, alasannya karena memiliki anak kecil (seorang balita). Hal ini berbanding terbalik dengan seorang ibu yang terpaksa mencuri susu demi anaknya di sebuah toko, dan ibu ini harus mendekam di penjara bersama sang anak yang masih bayi. 

Mengapa alasan memiliki anak kecil tidak berlaku bagi ibu yang mencuri susu? Mengapa hanya berlaku pada sang publik figure? Tentu banyak pertanyaan yang muncul dari perbandingan kasus ini, jika alasan sang publik figure tidak dipenjara karena memiliki anak balita, maka seharusnya sang ibu pencuri susu juga tidak dipenjara karena memiliki anak yang lebih kecil bahkan masih bayi.

Sejatinya perlindungan hukum adalah hak bagi setiap warga negara, tidak memandang status sosial, pangkat, dan jabatannya. Semua sama di mata hukum, seharusnya prinsip ini dijalankan secara tegas agar hak-hak rakyat kecil terpenuhi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun