Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Rindu Kompasiana yang Ringan dengan Sedikit Iklan

29 Januari 2020   06:00 Diperbarui: 29 Januari 2020   06:14 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi nomine Kompasiana Awards tahun lalu tidak menghalangi Young Lady untuk memberi kritik dan saran pada Kompasiana. Young Lady cantik berusaha objektif. Kalau memang ada yang harus diluruskan, ya ungkapkan saja.

Sebelumnya, Young Lady mau curhat. Young Lady bukannya nggak mau lagi one day one article. Tapi, buat apa posting kalau nggak bisa blogwalking? Bukankah kultur Kompasiana adalah sharing and connecting? Sekalipun saat ini taglinenya tetap diubah. Kultur tetaplah kultur.

Nah, untuk blogwalking sangat susah saat ini. Membuka satu artikel saja bikin frustrasi. Bayangkan, kalian mau buka satu artikel tapi harus scrolling panjaaaaang sekali karena adanya taburan iklan dan video. No problem kalau iklan dan videonya tidak memberatkan. 

Sayangnya, iklan dan video yang bertebaran membuat Kompasiana belasan kali lebih berat. Apa lagi buat pengguna screen reader seperti Young Lady. Menggunakan aplikasi versi terbaru sama saja. Kompasiana tetap luar biasa beratnya. Screen reader dan kursor seperti membeku, tak dapat digerakkan. Jika pun sudah bisa digerakkan, itu pun lambat sekali. Voting dan komentar, susahnya. Kursor berlarian kemana-mana.

Honestly, Young Lady merasa asing dengan Kompasiana yang sekarang. Apakah Kompasiana bukan lagi media warga? Kini malah lebih banyak iklan, buzzer, dan video berita dari Kompas TV. Ok fine, niatnya kerjasama. Tapi, apakah video itu worth it? Toh isinya hanya berita, dan orang bisa menonton Kompas TV tanpa perlu membuka Kompasiana. 

Lagi pula, ada rubrik video. Mengapa video dari Kompas TV tidak diletakkan di sana saja? Dari pada menaruh video yang nggak worth it, lebih baik bangkitkan lagi proyek web series. It will be great. Penambahan video dan iklan yang menutup hampir seluruh artikel memperlambat performa Kompasiana.

Tak ada yang salah dengan iklan. Bahkan, iklan dapat menambah pemasukan untuk Kompasiana. Tapi, iklan menjadi salah bila porsinya terlalu banyak hingga mendominasi tampilan artikel. Coba Young Lady tanya. Kompasiana ini media warga atau media iklan? 

Mungkin Kompasiana perlu studi banding ke web sebelah, Vice. Vice juga ada iklan. Namun, situsnya masih bisa diakses dengan ringan. Iklannya pun tak sebanyak di Kompasiana.

Tahu nggak, kenapa Kompasiana jadi meruncing dan asing? Semuanya berubah sejak negara api menyerang...ups, bukan. Maksudnya, semuanya berubah sejak Krewards menyerang. Hadirnya Krewards membuat Kompasianer tergila-gila dan kehilangan tujuan menulis yang hakiki. Fokus Kompasianer beralih untuk mendapatkan Krewards, padahal hasilnya tak seberapa. Apakah Kompasiana kesulitan keuangan untuk mendanai Krewards hingga mereka memaksakan iklan yang berlebihan?

Oh ya, satu lagi. Kemana para awardee Kompasiana Awards 2019? Kompasiana seharusnya jangan kecolongan. Buat MOU atau kontrak dengan para awardee untuk konsisten berkompasiana minimal dalam jangka waktu tertentu. LPDP aja bisa bikin kontrak sama awardeenya, kenapa Kompasianer tidak?

Anyway, Young Lady rindu Kompasiana yang ringan. Rindu blogwalking. Rindu menulis cerita cantik penuh dengan musik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun