Mohon tunggu...
Mayangthika
Mayangthika Mohon Tunggu... Guru - Guru

Mengajar adalah menyentuh kehidupan dengan cara yang tidak terduga, dan menulis adalah cara untuk membagikan cerita dari hati ke hati

Selanjutnya

Tutup

Diary

Metamorfosa (2) - Merajut Asa yang Mulai Pudar

7 Juli 2021   02:04 Diperbarui: 7 Juli 2021   02:11 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi. Sumber : olah pribadi di Canva

Kisah ini berasal dari seorang siswi kelas 12 sekolah menengah kejuruan di Kota Bogor. Perjuangan seorang anak yang ingin menuntaskan pendidikannya di tengah segala keterbatasan.

Sebut saja Myria (bukan nama sebenarnya). Dia merupakan siswi yang cerdas dan bersemangat. Ketika di kelas, dia sangat rajin mengerjakan semua tugas yang diberikan oleh gurunya. Saat di adakan sesi tanya-jawab pun, dia kerap selalu menjawab dengan benar setiap pertanyaan yang dilontarkan. Dan tulisan tangannya pun rapih.

Sejak pandemi, pembelajaran banyak dilakukan secara daring (online). Dan itu berdampak pada pengeluaran uang untuk.membayar wifi juga bertambah. Kegiatan belajar sesekali dilakukan di sekolah bila ada mata pelajaran praktik. Seminggu dua kali tatap muka.

Pandemi yang terjadi selama ini, memberikan dampak yang cukup signifikan. Faktor ekonomi bisa memberikan dampak ke berbagai aspek, termasuk Myria.

Saat dia naik ke kelas 12, ayahnya terkena PHK dari perusahaannya dan sekarang bergabung menjadi ojek online. Dengan penghasilan yang jauh dari sebelumnya, sekitar tujuh puluh ribu rupiah per harinya. Ibunya tidak bekerja. Dan dia anak ke 2 dari 3 bersaudara. Kakaknya telah bekerja dan adiknya baru berumur 3 tahun.

Sejak ayahnya di PHK, dia sering terlihat murung. Bahkan sering tidak masuk kelas saat pembelajaran tatap muka di kelas. Saya sebagai wali kelasnya pun kerap menanyakan perihal yang terjadi ke teman dekat Myria. Ternyata, menurut cerita temannya, ibunya perangai nya berubah sejak ayahnya di PHK. Sering marah tanpa sebab, kadang saat marah ibunya tidak segan-segan untuk memukul dan pergi meninggalkan rumah hingga beberapa hari lamanya lalu kembali lagi.

Hingga suatu pagi, saya berkesempatan untuk memanggilnya datang ke ruang guru. Untuk sekedar saya ajak mengobrol. Karena menurut saya sangat disayangkan bisa siswi yang rajin menjadi siswi yang murung. Dan bahkan semangat belajarnya sudah mulai hilang.

Dia menuturkan bahwa dia masih ingin belajar hingga lulus. Namun disatu sisi, dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk mengatasi masalah di keluarganya.

Dengan sangat hati-hati, saya memberikan sedikit gambaran bahwa "Pandemi itu seperti ombak besar yang tiba-tiba menghantam. Masing-masing dari kita berjuang di atas perahu yang berbeda. Kita harus menyadari bahwa pandemi ini memberikan dampak kepada kita semua, termasuk kamu, dan kita bisa memetik hikmah dari setiap kejadiannya. Kita diberi kesempatan yang sama untuk memilih apa yang akan kita lakukan dengan keadaan yang sedang kita alami. Baik atau buruknya tergantung pada keputusan yang kita ambil saat ini."

Sejenak dia terdiam seperti sedang merenung apa yang saya ucapkan. Tidak lama, kemudian dia bangkit dari duduknya mengucapkan kata maaf lalu berpamitan pulang. Tanpa sepatah katapun, tidak tahu apakah dia mengerti apa yang sudah saya katakan atau tidak.

Dua minggu berlalu, dia datang menghampiri saya, kemudian dia bilang bahwa, "Apapun keadaannya tugas saya adalah belajar. Saya tidak akan menyia-nyiakan uang yang sudah ayah saya keluarkan untuk.membayar biaya sekolah ini. Saya akan tetap melakukan dan memberikan yang terbaik untuk kedua orang tua saya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun