Mohon tunggu...
Trie Yas
Trie Yas Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Keris, Mistik, dan Budaya

23 Mei 2015   02:16 Diperbarui: 13 Agustus 2015   18:59 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_419444" align="aligncenter" width="491" caption="Suasana pameran keris di gedung DPR/MPR. "][/caption] Sebagian besar masyarakat masih menganggap keris merupakan pusaka yang bernilai tinggi. Banyak pro kontra terhadap benda peninggalan budaya satu ini karena mitos yang berkembang. Keris diyakini mengandung isi (kekuatan gaib) khodam yang bisa muncul dalam penampakan seperti ular dan harimau. Kekuatan dalam keris sangat erat dihubungkan dengan tokoh masa lampau, kekuatan spiritual, ketika tokoh tersebut meninggal kekuatan tersebut menurun ke orang yang mewariskan keris tersebut. Begitu juga oleh para anggota dewan mereka memamerkan koleksi keris di komplek MPR/- DPR/DPD dengan tajuk Pameran Keris Nusantara yang dibuka Rabu (20/5) hingga Minggu (24/5) mendatang. Tujuan acara pameran keris ini agar masyarakat ikut mengapresiasi keris.  

Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang merupakan penggagas pameran keris berharap pameran ini juga bisa mencerdaskan masyarakat. Fadli Zon sendiri memilih untuk mengoleksi keris dengan pendekatan budaya. Meski dia tak memungkiri banyak pihak yang menggemari keris dari sisi mistik.Keris itu ada pendekatan mistik, ada pendekatan budaya. Ada yang melihat karena tuah. Tapi saya yakin keris itu punya energi. Karena saat keris dibuat itu ada doanya”, ujar Fadli Zon. Mendagri Tjahjo Kumolo memamerkan pedang koleksinya. Ada pedang panjang yang diyakini milik zaman kerajaan Banten yang diyakini diperoleh secara ghaib, ada sepasang.

Konon untuk hukuman mati dulu dan ada lagi beberapa keris zaman Mataram dan Majapahit. Prasasti-prasasti menunjukan keris menjadi bagian dari persembahan bahkan pada masa sekarang keris masih sebagai bagian dari sesajian, digunakan dalam ritual/upacara mistik atau paranormal. Dalam pernikahan adat jawa masih kita liat pengantin laki-laki menempatkan keris di pinggang bagian belakang. Sebagian orang akan melihat keris hanya semacam aksesoris (pemanis semata) tetapi orang-orang tua zaman dulu memakai keris sebagia bukti kesediaan untuk bertarung, jadi keris dalam pernikahan adat jawa memiliki arti kesiapan sebagai kepala rumah tangga, melindungi dan mengayomi istri dan anak-anaknya.

Karena mitos-mitos yang beredar di masyarakat yang menganggap keris digunakan sebagi jimat, keberadaan keris sering dihindari atau dipandang dan dipahami dengan tidak benar menyebabkan salah satu benda peninggalan budaya ini dijauhi oleh anak-anak bangsa sendiri. Seperti mitos mendirikan keris harus memiliki ilmu kebathinan dan lain-lainnya, tetapi jika kita ingin berpikir secara logis, mendirikan keris bisa karena keterampilan, yaitu keseimbangan menguasai benda, seperti dalam buku pelajaran, hukum fisika ; grafitasi. harus ada kesimbangan dan yang dibutuhkan adalah konsentrasi tinggi, kapan waktu keris harus dilepas. Mistik masih melekat pada masyarakat , tidak hanya pada masyarakat primitif tetapi masyarakat modern juga banyak yang menganutnya, seperti halnya memiliki keris.

Memang kita tak bisa memukul rata  pemiliki keris adalah penganut dan percaya terhadap mistik sebab pada tahun 2005 keris diakui sebagai masterpiece of intangible heritage oleh UNESCO. Sehingga keris bisa merasuk ke kehidupan generasi muda dan generasi digital yang saat ini semakin jauh dari aspek spiritualisme. Namun memandang kering tanpa aspek-aspek spiritualitas menjauhkan citra keris tersebut dari aspek filosofisnya serta kehilangan kearifan lokal. Keris hanya sebatas senjata kering tanpa makna. Padahal keris bagian dari seni rupa yang lebih dulu ada dibandingan seni rupa modern.

Dalam diskusi film seni dokumenter terkait buku an Interpretation atau Tafsir Keris karyanya tersebut, seni abstrak sejak dulu sudah ditemukan para pembuat keris ketika keris dicelupkan dan memunculkan motif. Di balik sebilah keris, tersimpan rentetan perjalanan panjang bangsa Indonesia terkait spiritualitas, etos kerja yang kuat, kebersamaan, harapan, serta filosofi hidup. Itu semua dituangkan dalam simbol-simbol ataupun ritual-ritual pembuatan keris.

Seperti Satu panel relief Candi Borobudur (abad ke-9) yang memperlihatkan seseorang memegang benda serupa keris tetapi belum memiliki derajat kecondongan dan hulu/deder nya masih menyatu dengan bilah. Relief rendah di Candi Penataran, Blitar. Perhatikan bagian hulu senjata yang tidak simetris dan bilah yang langsing menunjukkan ciri keris modern.

Bagusnya, upaya menggambarkan ulang pemaknaan keris ternyata seirama dengan masih banyaknya ketertarikan para pehobi untuk mengenal keris lebih dalam. Pada awalnya fungsi keris memang merupakan senjata tikam. Kemudian pada masa lainnya, fungsi keris berubah menjadi alat pusaka. Namun, pada masa tertentu keris juga sempat dijadikan sebagai simbol status sosial. Dan sekarang kerislebih merupakan benda aksesori (ageman).

***

[caption id="attachment_419446" align="aligncenter" width="553" caption="Keris, Mistik, dan Budaya"]

1432321685734753516
1432321685734753516
[/caption] [caption id="attachment_419447" align="aligncenter" width="553" caption="Pedang koleksi Mendagri Tjahjo Kumolo."]
1432321739342262778
1432321739342262778
[/caption] [caption id="attachment_419448" align="aligncenter" width="553" caption="Keris, Mistik, dan Budaya"]
14323218461846383208
14323218461846383208
[/caption] [caption id="attachment_419449" align="aligncenter" width="553" caption="Keris, Mistik, dan Budaya"]
1432321888332420104
1432321888332420104
[/caption]

Foto-foto: koleksi pribadi (Trie yas) www.kompasiana.com/lannang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun