Semua anak akan mengira dengan belajar rajin, bekerja keras  dan menjadi orang berhasil bisa membahagiakan orangtua. Namun pernahkan sejenak kita berhenti sejenak dari rutinatas dan berpikir apa yang sebenarnya membuat Ibu bahagia? Apa sebatas pintar, berprestansi dan bisa mencukupi kebutuhan orang tua sudah membuat bahagia sesungguhnya?
Jika ingin tahu jawabanya, Khususnya untuk perantau yang jauh dan jarang pulang bertemu Ibu, bisa melihat film Ibu Maafkan Aku. Tayang serentak di Bioskop tanah air bertepatan dengan Hari Pahlawan. 10 November kemarin.
Film ‘Ibu Maafkan Aku’ berpusat pada satu keluarga Hartini dan ketiga anaknya Banyu (si sulung)  Gendis (si tengah dan anak perempuan satu-satunya)  dan si bungsu Satrio yang sering dipanggil tri ditugaskan menjadi prajurit bertugas menjaga dan menemani ibunya selama kedua kakaknya belajar dan mengapai cita-cita.
Film dibuka oleh pemandangan indah alam Gunung Kidul Yogyakarta. Gendis dewasa berjalan pulang, di depan rumah kilasan masa kecil muncul. Saat kedua orangtuanya masih ada dengan kehangatan ubi rebus buatan Ibunya. Membuat hidup indah penuh tawa. Kemudian Ayah meninggal. Ada ruang kosong dalam rumah yang kini terlihat reyot.
Cerita langsung bergulir saat Gendis dan Banyu duduk di bangku SMA sedang Tri masuk bangku SD. Â Hartini harus berkerja sebagai pemecah batu kali untuk bertahan hidup hidup dan menyekolahkan ketiga anaknya yang tetap memelihara mimpi kecilnya, terutama Banyu yang bercita-cita sebagai Pilot.
Banyu anak lelaki tertua dan sudah menjadi kewajibannya menggantikan Ayah sebagai kepala rumah tangga. Mendidik adik-adiknya dengan keras dan terlalu berdeterminasi, terlebih ketika Gendis yang sesuai usianya mulai mengenal cinta.
Setiap ribut-ribut antara kedua anaknya. Ibu yang menjadi penengah dan tanpa sepengetahuan mereka berdua, Ibu melakukan banyak pengorbanan. Bukankah dalam kehidupan nyata sekarang sering kali kita melihat bagaimana seorang ibu tidak ingin melihat anaknya susah dengan tidak ingin memperlihatkan kesedihan di depan anak-anaknya. Kasih Ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah.
Film ‘Ibu Maafkan Aku’ adalah film drama dengan keharuan, ketabahan, perjuangan, perasaan kehilangan seorang ibu tanpa ingin terlihat anak-ankanya. Karakter-karakter yang dibangun mudah dipahami sehingga kita akan gampang masuk menjadi bagian dari keluarga ini.
Setelah melihat Film ‘Ibu Maafkan Aku’ saya merasa harusnya film ini membawa piala FFI. Tetapi kenyataanya hanya masuk satu nominasi aktris terbaik yang jatuh ke tangan Cut Mini (Athirah). Saya sebelumnya juga melihat film Athirah dan terkesan dengan akting Cut Mini, tetapi jika diminta menilai, tetap saya akan menyerahkan piala citra ke Christine Hakim. Akting Christine Hakim di film ini sejajar dengan ketika ia berakting di film Tjoet Nja’ Dhien yang diproduksi tahun 1988. Tetapi tentunya desikasi seorang Christine Hakim pada dunia film/peran tidak dapat dipungkiri hanya sebatas piala citra.
Akting pendatang baru Meriza Febriani sebagai Gendis patut diperhitungkan. Tetapi tenyata masuk nominasi Pemeran Pendukung Wanita pun tidak, Nominasi itu diisi oleh pemain-pemain senior dan diraih oleh Raihaanun lewat Salawaku. Mengingat film Salawaku belum tanya di bioskop Indonesia saya belum bisa membandingkan dengan Meriza Febriani.