Mohon tunggu...
Lanjar Wahyudi
Lanjar Wahyudi Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati SDM

Menulis itu mengalirkan gagasan untuk berbagi, itu saja. Email: lanjar.w77@gmail.com 081328214756

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Piring Tetangga Membuat Galau

10 Agustus 2019   06:00 Diperbarui: 10 Agustus 2019   06:13 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang bapak menjadi gundah ketika melihat tetangga sebelahnya sudah bisa membeli mobil sedangkan ia masih setia menunggang sepeda motor selama bertahun-tahun.

Seorang staf kantor pulang dengan wajah murung setelah mendapat bocoran bahwa kawan sebelahnya mendapat promosi sedangkan ia belum.

Seorang bapak muda merasa frustasi karena setelah dua tahun tinggal di kawasan perumahan mulai tumbuh rumah-rumah baru berlantai dua dan tiga yang menenggelamkan rumahnya yang masih saja berlantai satu.

Acapkali kita melihat jebakan-jebakan emosional yang bersumber pada ketidakpuasan kita akan pencapaian materi. Apalagi jika mulai membanding-bandingkan pencapaian diri sendiri dengan pencapaian orang lain. 

Alih-alih merasa termotivasi dan berusaha keras merubah nasib dengan cara meneladani jejak orang yang berprestasi, justru kerap kali kita menjadi sebal, cemburu, dan mendendam. Dimana letak masalahnya? Tidak bisa menerima diri. 

Kemampuan untuk menerima diri sendiri apa adanya menjadi hal mendasar ketika menemukan kenyataan yang tidak sesuai harapan. Kesadaran akan diri sendiri bisa terbentuk ketika kita senantiasa mencoba merenung dan mendapatkan makna atas keberadaan diri kita; mau menjadi diri sendiri atau menjadi orang lain.

Karena tidak bisa menerima kenyataan yang ada, selanjutnya mulai mencari kambing hitam bagi orang lain supaya diri sendiri nampak benar. Terus berulang dan berulang sampai akhirnya emosi kita terkuras dan kita terpuruk dalam rasa benci, yang membuat kita menjadi pribadi yang minimalis, tidak bisa bisa melihat sisi positif yang bisa digali dan dikembangkan, dan akhirnya menumpulkan daya kreativitas kita untuk merubah diri dan hidup dengan lebih baik.

Ibarat sekumpulan orang yang sedang makan bersama, kita bisa saling melihat apa yang menjadi menu pada piring orang di kursi sebelah, jika ini adalah santap bersama pada suatu pesta maka tidak akan ada masalah sebab piringnya sama, menunya sama sama-sama enak, berlimpah, dan beraneka ragam. 

Namun jika makan bersama ini adalah sekumpulan anak-anak TK yang membawa bekal makan dari rumah, bisa jadi menunya akan berbeda-beda pada setiap anak. Bagi anak yang cuek tidak akan menjadi persoalan, tapi bagi anak yang "tidak menerima diri" bisa jadi masalah. 

Menyalahkan pembuat menu, cemburu dengan kawan sebelah, bahkan bisa-bisa merebut piring sebelahnya atau bisa juga ngambek ngga mau makan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun