Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Isu Keperawanan, Mindset Mahkota dan Raja

22 Desember 2019   05:30 Diperbarui: 22 Desember 2019   05:46 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshot capture tweet (dokpri)

Isu keperawanan masih merupakan hal yang sensitif dalam masyarakat kita. Belum lama kita mendengar keriuhan mengenai berita dipulangkannya atlet senam yang berkaitan dengan tuduhan isu keperawanan.

Gosip mengenai status keperawanan bisa sekedar bisik-bisik yang beredar mulut ke mulut di lingkungan siswa sekolah, mahasiswa kampus, atau para penghuni kompleks permukiman. Ada yang sekedar mendengarkan, ada yang "menirukan", tapi mungkin lebih banyak yang "menambahkan". Seperti sebuah ungkapan, "Uang yang beredar dari tangan ke tangan, jumlahnya bisa mengecil. Tetapi berita yang beredar dari mulut ke mulut, bisa membesar."  

Persoalan keperawanan kadang bisa lebih sensitif daripada soal agama. Misal, ada orang bertanya pada orang yang duduk di sebelahnya, "Apa agama Anda?". Mungkin saja responnya di antara berikut ini:

  • Reflek menyebutkan agamanya bagaikan menjawab pertanyaan petugas sensus
  • Berpikir sejenak, lalu balik bertanya dengan nada penasaran, "Ada apa?"
  • Bersikap ketus, "Apa urusanmu, tanya-tanya soal agama?"

Tetapi kalau ada yang coba bertanya pada perempuan yang duduk di sebelahnya, "Apakah Anda masih perawan?" Mungkin hasilnya bisa ekstrem. Meski bisa juga ada yang menganggap pertanyaan itu setara dengan, "Apakah Anda belum menikah?", bukannya dianggap sebagai pertanyaan, "Apakah hymen Anda masih intak?"

Bagaimana seandainya ada orang yang bertanya pada seorang pria yang telah menikah, "Apakah sewaktu Anda menikah dulu, istri Anda masih perawan?" Adegan selanjutnya tidak ditanggung BPJS.

Orang juga enggan menyatakan pendapat pribadinya secara langsung berkaitan keperawanan di dalam masyarakat. Misal, mengenai perihal tuntutan keperawanan dari calon suami atau ibu mertua:

  • Wanita yang pro tuntutan keperawanan: bisa dituding berlagak sok suci, sok moralis, tidak empati dengan kaumnya sendiri
  • Wanita yang kontra tuntutan keperawanan: bisa dituding sekuler, liberal, atau lebih sadis lagi dituding karena diri sendiri juga sudah terlanjur kehilangan keperawanan di luar nikah
  • Pria yang pro tuntutan keperawanan: bisa dituding mau enaknya saja, atau pemeo pria bisa "jajan" seenaknya tanpa ketahuan
  • Pria yang kontra tuntutan keperawanan: selain bisa dituding sekuler, liberal, dan sok modern, bisa diolok-olok pria murahan jodohnya memang wanita murahan.

Di era social media, bisik-bisik pun bisa beredar di ruang publik. Belum lama, sebuah posting menyulut trending. Berikut screenshot potongan kicauan tersebut.  

Ringkasan sejumlah tweet yang merespon kicauan tersebut:

  • kenapa laki-laki merupakan subjek sedangkan perempuan hanya menjadi objek yang /menyempurnakan/ subjek? perempuan adalah manusia yang punya akal fikiran serta pilihan bebas dirinya sendiri yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan laki-laki.
  • Heh.. kami para perempuan merdeka. Kami bukan objek! Seenak-enaknya aje luuu nge analogiin begitu!
  • Dear akhi, sesungguhnya kalian adalah imam dan qawwam, bukan raja. Kalian punya kewajiban memenuhi kebutuhan, melindungi dan mengayomi, bukan minta dipuja dilayani. Pengambilan keputusan yang syar'i itu via musyawarah, bukan memberi perintah lalu ditaati.
  • Dear akhi, Sebaik"nya raja adlh ia yg slalu menjaga mahkotanya.Jika mahkotanya hncur,ia akan tetap setia dan tidak akan membuangnya. Dan Wanita yg kau sebut mahkota tidak akan rusak jika sang raja menjaganya dgn baik. Kalo wanitamu rusak,itu disebabkan kaummu sndiri,sesama lelaki
  • Dear ukhti. Kalian kelak kalian akan memakai mahkota kalian sendiri bukan "dipakai" , Kelak juga kalian yang membanggakan diri kalian sendiri bukan raja, kalian adalah ratu untuk diri kalian sendiri ada atau tidak adanya raja
  • Pria jelata kek kamu? Untung saya calon ratu sih bukan mahkota, dan saya di didik jadi ratu bukan jadi mahkota yang hanya jadi penghias kepala yang bisa diperlakukan seenaknya :)
  • gue bukan mahkota, gue bukan benda. gue manusia yang punya akal dan pikiran serta punya kuasa untuk memilih dan menjalani hidup
  • berhenti objektifikasi wanita, kalau ada term 'wanita rusak' yang ngerusak juga kaum elu pada, para cowok blangsak
  • Berenti jadiin cewe sebagai objek, gue cewe punya akal pikiran, punya kuasa juga buat jadi raja bukan cuman jadi mahkota, gue lakuin apa yang gue mau. Gada hubungannya rusak atau ngga. Lagian yang ngerusak juga kaum lo para lelaki yang gamau tanggung jawab.
  • Dear ukhti, Carilah akhi yang memandangmu manusia bukan mahkota,agar ia dapat memanusiakanmu.
  • Sorry bro, I'm a crown for my own self. No need your validation
  • Maaf akhi, saya gamau jadi mahkota, maunya jadi ratu. Sekian
  • Kalau laki2 saja diasumsikan sebagai "raja" yang notabene itu adalah manusia. Kenapa perempuan diasumsikan sebagai "mahkota" yang notabene itu adalah benda, kenapa tidak ratu?
  • Apakah perempuan pantas dianggap sebagai objek? Dianggap sebagai barang?
  • memangnya perempuan itu barang? "dicicipi" ahahaha, apakah raja bisa menjamin kalau dia jg tidak ikut mencicipi perempuan yg lain?
  • Dear ukhti, kamu tidak perlu menjadi mahkota siapapun untuk dihargai dan menjadi bahagia. Jika ada yg bilang mau menjadikan mahkotanya, enaknya dijedotin aja palanya.
  • Sorry jerk, i'm not a crown, i'm the queen.
  • Oh jadi perempuan hanya sebatas mahkota? Dan laki-laki yang berkuasa? Wah sungguh analogi yang sangat patriakis ya, perempuan hanya sebatas objek semata yang dianologikan sebagai mahkota, woa.
  • Ora level, Mas. Levelku dadi ratu, nduwe mahkota dewe.
  • dear ukhti, saya sebagai pendukung kesetaraan gender, menganggap wanita adalah pendamping, bukan mahkota, jadi saya tidak bisa untuk merawat, hanya bisa membimbing dan perlu didukung
  • Kalo perempuan mahkota, siapa ratunya? Lelaki juga? Kenapa perempuan yang 'rusak' saja yang disorot? Kenapa bukan pria yang 'merusak' yang disorot? Jika perempuan rusak adalah aib maka yang merusak lebih menjijikan daripada aib.
  • Women can be queens and have their own crowns.
  • Dear ukhti? Kalian kelak akan menyesali hidup kalian jika memilih laki-laki yang pemikirannya masih ada di dark ages. Yang di otaknya itu perempuan = benda/objek dan gak ngerti bahwa perempuan itu manusia yang punya hak sendiri. Love, M.
  • Dear Ukhti, carilah lelaki yg memandangmu sbagai sorg Ratu, melihatmu sebagai sorg Perempuan dan Pendamping. menjauhlah dr lelaki yg melihatmu hanya sbagai mahkota sebuah barang pajangan.

Mindset perempuan sebagai objek atau benda, sementara lelaki adalah Raja. Itu mungkin yang dapat diamati dari cuitan awal. Saya tidak tahu, jika "diskusi" di atas terjadi di dunia nyata bukan di ruang maya, apakah dapat semeriah itu. Ada semacam protes terhadap mindset yang dianggap kurang menghargai perempuan.

Sementara dalam pemberitaan istilah mahkota sering diasosiasikan dengan keperawanan. Mari kita lihat deretan judul berita berikut dari sejumlah media online di internet:

  • Mahkota Gadis SMP Direnggut Teman di Lapangan Volly
  • Mahkota Bocah Kelas 6 SD Direnggut Sang Paman
  • Mahkota Dua ABG Bandung Ini Terenggut di Teluk Bayur
  • Teganya! Mahkota Kegadisan Putrinya Direnggut Ayah Kandung
  • Janji Manis Pria Pengecut, Usai Merenggut Mahkota Gadis
  • 'Mahkota' Mahasiswi Direnggut Pak Dosen,
  • Kenalan Lewat Facebook, Dua Gadis Kehilangan Harta dan "Mahkota"
  • Mahasiswi Ini Jadi Ayam Kampus Setelah 'Mahkota' Direnggut pacar saat SMA
  • Mahkota Remaja 12 Tahun Terenggut di Atas Bale Bambu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun