Alkisah sebuah keluarga terdiri dari Ayah, Ibu, dan dua anak. Sebut saja nama anaknya adalah Kuncung dan Bawuk.
Suatu hari di bulan puasa. Sang Ayah pulang melintasi jajaran penjual takjil. Lalu tertarik membeli empat gelas es degan dan sejumlah gorengan. Tidak membeli lauk, karena istri tentu sudah memasak lauk untuk buka. Sampai di rumah, Ibu dan Kuncung ada di rumah. Ketika Ayah meletakkan takjil yang dibelinya di meja, Ayah kaget, ternyata Kuncung juga sudah membeli takjil. Kuncung membeli es buah dan sejumlah gorengan.
Tak lama kemudian Bawuk pulang. Ternyata Bawuk juga membeli takjil. Es cendol dan jenang gendul. Penuhlah meja makan, dengan takjil yang sepertinya masih cukup buat lebih dari sepuluh orang. Selain itu masih ada nasi dan lauk berupa balado telur yang dimasak Ibu.
Singkat cerita, saat adzan maghrib, mereka segera berbuka. Minum es degan dan sedikit gorengan, Ayah sudah kenyang, mesti menyisakan tempat di perut untuk nasi dan balado telur, kalau tidak Ibu bisa marah. Kuncung minum es buah dan makan sedikit gorengan juga sudah kenyang. Sementara Bawuk setelah minum es cendol dan makan jenang gendul sepertinya tak bernafsu lagi makan nasi.
Di meja makan masih banyak tersisa es degan, es buah, dan es cendol. Serta sejumlah gorengan dan jenang gendul. Beginilah perbincangan di antara mereka:
"Gimana ya, apa dimasukkan saja ke kulkas buat sahur nanti?"
"Bisa sih, tapi masak jam tiga pagi minum es, bisa radang tenggorokan ntar ...."
"Ya es-nya buat besok berbuka"
"Lalu jenangnya gimana? Jenang yang sudah dimasukkan kulkas terus dipanaskan lagi rasanya kurang enak"
"Terus kepriben ... Lha semuanya pada beli es sama gorengan"
"Kan kita nglarisi yang jual takjil. Katanya bulan puasa penuh berkah. Jadi penjual takjil juga harus kebagian berkah puasa juga"