Suatu hari di sebuah angkot, ada pemandangan menarik yang terlihat oleh saya. Seorang anak menangis meminta kuota.
Usaha sang ibu untuk menenangkannya tak begitu membuahkan hasil. Tangisanya lebih keras, disinyalir saluran Youtube yang sedang dia buka tak bergerak-gerak dari tadi. Dan si anak paham ini akibat kuotanya yang sudah wassalam. Setelah dijanjikan begitu turun mereka akan mengunjungi dulu tukang pulsa barulah tangisannya reda.Â
Saya sempat tepok jidat. Etdah baru tahu anak sekarang ngamuk-ngamuk minta kuota. Jangan-jangan sudah tak musim rengekan minta permen?Â
Coba dihitung berapa uang yang keluar sebagai biaya tambahan. Beli kuotakan tak seperti beli permen yang bisa cuma seribu. Iya iya tahu ada kok operator yang jual kuota cuma seribu, tapi kan kecepatanya jauh dari harapan.Â
Bukan cuma urusan, "ah cuma kuota ini pelit amat kok ga dikasih!"
Internet bukan mainan yang aman buat anak. Meleng dikit kita bisa kecolongan. Konten negatif dan dewasa bertebaran. Yakin bisa terus menemani anaknya selama membuka Youtube. Lah biasanya melihat Youtube merupakan cara paling aman untuk membuat anak tak mengganggu emaknya.
Banyak Ibu-ibu yang mengaku tak dapat menahan amukan anaknya kalau sudah ingin bermain internet. Ngerinya kalau menimpa balita. Dia kan belum mengerti sulitnya mendapatkan uang.Â
Teman saya pernah bercerita kalau anaknya hingga semalaman menangis dan tak bisa tidur karena belum melihat video nyanyian atau film seperti biasanya.Â
Anak memang bisanya menangis. Tangisan mereka jadikan alat paling ampuh untuk meluluhkan hati ibunya. Pertama ibunya akan merasa kasihan, kedua tak tahan mendengar suara teriakan. Kalau sudah begitu para ibu memilih meluluskan permintaan.Â
Bukan salah anak semata sih sebenarnya. Mungkin sebelumnya memang orang tuanya yang memperkenalkan internet. Ada kok yang dari bayi malah sudah diperdengarkan lagu-lagu di internet dengan alasan bayinya langsung diam. Ngomongnya sambil ketawa-ketawa seolah lucu. Â Lah saya malah miris melihatnya.Â