Tidak hanya harus pintar, seorang siswa juga harus membayar mahal agar bisa masuk sekolah favorit dan bagus.
Sementara Perpres Nomor 87/ 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dan Permendikbud Nomor 75/ 2016 tentang Komite Sekolah melarang sekolah melakukan pungutan kepada orang tua siswa.
Komersialisasi Pendidikan
Beragam pungutan sudah berlangsung lama di sekolah.
Sekolah menjelma lembaga bisnis yang tujuannya mendapat profit sebesar-besarnya. Prinsipnya untung-rugi, bukan nilai sosial demi mencerdaskan kehidupan bangsa.
yaitu Perpres Nomor 87/2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dan Permendikbud Nomor 75/ 2016 tentang Komite Sekolah. Kepala sekolah dan komite sekolah harus hati-hati dalam me-narik dan mengelola dana dari orang tua. Langkah ini mungkin efektif menghentikan pungutan liar di sekolah-sekolah, tetapi bukan berarti tanpa dilema.
kepala sekolah dan wakil kepala sekolah terkait pungutan liar di sekolah harus dijadikan momentum pentingnya transparansi manajemen keuangan sekolah.
Pertama, setiap pungutan harus mendapat persetujuan komite sekolah dan dinas pendidikan. Jika sudah disetujui, tidak ada niat jahat, dan untuk kepentingan siswa, kepala sekolah tidak harus takut terhadap Tim Saber Pungli.
Kedua, pungutan hanya bagi siswa mampu dan tidak disertai ancaman tertentu. Misal, melarang ikut ujian , menahan Raport bagi siswa/i yang belum membayar. (Tercantum pada Undang-undang)Â
Ketiga, pemerintah segera mengevaluasi sekolah-sekolah berbiaya mahal, termasuk menurunkan besaran beragam pungutan. Tujuannya adalah sekolah-sekolah itu bisa diakses oleh siswa dari semua kalangan masyarakat.
Jadi, pungutan di sekolah tidak harus dihilangkan sama sekali, tetapi diatur sedemikian rupa sehingga tidak merugikan orang tua miskin. Juga tidak menjadikan sekolah sebagai tempat menarik dana sebesar-besarnya dari orang tua mampu sebab manusia pendidikan tidak layak mencari keuntungan dari sekolah.*landrosiregar*
(BERSAMBUNG...)Â