Mohon tunggu...
laksana adi
laksana adi Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Dengan melakukan travel membuka perspektif kita tentang dunia baru

Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Menikah adalah Soal Tanggung Jawab

21 November 2019   12:46 Diperbarui: 21 November 2019   18:07 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pxhere.com

Sebuah pertanyaan yang dulu pernah aku layangkan kepada seorang wanita yang kini telah menjadi istriku adalah, "kalau aku mau serius (menikah) sama kamu, syaratnya apa ?" Lalu istriku menjawabnya singkat, "tanggung jawab". Terkesan tidak muluk-muluk, dan aku pun bisa sedikit lega waktu itu.

Namun setelah aku renungkan berkali-kali tentang makna "tanggung jawab", ternyata tidak sesederhana itu. Apalagi setelah proses akad nikah selesai dan secara resmi ia telah menjadi tanggung jawabku. Berpindah tangan peran orang tuanya kepadaku adalah hal yang nyata, bukan seremonial belaka.

Dalam prakteknya, tanggung jawab mewakili seluruh aspek kehidupan berumah tangga baik secara materi, sikap, cara berpikir, kesetiaan, dan agama. Keseluruhan aspek itu tentu perlu diperjuangkan dan diterapkan secara kontinu.

Aku mengamati kehidupan bermasyarakat di sekitarku banyak yang ingin menikah atau bahkan telah menikah namun belum memahami makna tanggung jawab itu sepenuhnya.

Misal pemikiran ketika belum menikah, "selama saya perhatian pada dirinya, selama saya niat serius, selama saya selalu ada untuknya, saya juga harus mendapatkan timbal balik yang sama".

Lalu bagi mereka yang telah menikah, "Yaah.. selama uang jajan untuk istri lancar, selama kebutuhan rumah terpenuhi, maka saya bisa sedikit lebih bebas dalam memenuhi hobi saya, atau bebas nongkrong"

Pemikiran seperti itu bukanlah kewajiban yang bertanggung jawab. Karena segera menuntut hak setelah kewajiban selesai dipenuhi.

Hak dan kewajiban dalam berumah tangga memang ada. Namun akankah lebih baik bila itu bermetamorfosis menjadi "hak dan kewajiban yang bertanggung jawab". 

Jangan sampai terucap ucapan tidak mengenakkan seperti, "aku sudah berupaya untukmu, kamu seharusnya...." Bila demikian, apa bedanya dengan kerja lalu menuntut upah.

Ikut berempati dalam setiap proses kehidupan yang dijalani bersama pasangan itu baik. Misal membatalkan janji dengan kolega untuk nonton bareng karena harus menjemput istri yang tiba-tiba sakit saat kerja, bukannya malah memesan layanan taxi online lalu tetap melanjutkan acara. Sama-sama kewajiban namun ada perbedaan tanggung jawab, bukan?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun