Terkadang, bila orang tua melihat tingkah laku anak yang tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh apa yang diinginkan orang tua, selalu muncul perkataan "Jangan" atau "Tidak boleh". Padahal, hal tersebut berdampak tidak baik untuk anak-anak.Â
Secara tidak langsung, kata "Jangan" dapat menghambat kreativitas anak tersendat. Terkadang kata "jangan" itu bisa tidak berpengaruh pada anak-anak tergantung bagaimana orang tua mengasuhnya. Para orang tua harus tau diri dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk anak dalam berbuat sesuai apa saja yang diinginkan.
Kata "Jangan" yang dilontarkan kepada anak akan membuatnya selalu dalam kondisi takut berbuat salah. Dengan demikian, anak melakukan sesuatu bukan karena ingin mengembangkan diri, melainkan rasa takut. Dengan alasan takut, secara psikologi, anak akan selalu mencari posisi aman sehingga kesulitan menerima hal-hal baru sebelumnya tidak diketahuinnya.
Misal, orang tua akan memarahi anaknya jika mendapatkan nilai jelek disekolahnya. Bahkan, terkadang, orang tua mengklaim bahwa anaknya bodo, tidak cerdas, dan lain sebagainya. Jika demikian, jangan heran jika pada saat dewasa, anak tidak memiliki kemampuan apa pun. Kepribadiannya juga tidak ulet dan cenderung pesimis.
Seharusnya, untuk kasus semacam ini, jangan sampai kita memarahi anak, tetapi tanyakan apa kendala yang dihadapiny, arahkan, dan ajak mereka mencari solusi bersama-sama.Â
Dalam hal ini, sebaiknya posisikan diri kita agar setara dengan anak. Dengan begitu, anak menjadi termotivasi. Jika mereka gagal, pacu terus semangatnya dan jangan lupa untuk memberinya motivasi.
Sementara, untuk para guru di sekolah, tentunya harus lebih pandai mengarahkan murid-muridnya yang masih anak-anak. Berkata "jangan" pada anak, apalagi dengan nada keras, seolah-olah tidak ada maaf pada anak yang berbuat salah merupakan hal yang kurang baik. Misal, "Jangan bermain!! Kamu tidak bisa menguasai pelajaran karena terlalu sering bermain".
Perkataan semacam itu tidak baik untuk perkembangan psikologi dan kreativitas anak. Untuk itu, para guru harusnya mulai membuka diri terhadap jawaban anak dan menghargai proses anak dalam memperoleh jawaban. Dengan cara seperti itu, mereka tidak akan takut berkreasi, berimajinasi, serta mengambil resiko untuk menciptakan sesuatu hal yang baru.