Jakarta, 18 Juni 2025
Di tengah padatnya kawasan Jakarta Timur, Taman Kota Waduk Ria Rio di Pulomas menjadi saksi bisu sebuah gerakan kecil yang sarat makna. Kami, mahasiswa dari Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) menggelar kegiatan revitalisasi ringan dengan satu pesan besar: taman kota bisa lebih dari sekadar tempat bersantai.
Berbekal semangat dan inisiatif dari seluruh anggota kelompok; Raihan Permadi Nugroho, Laila Jahrona Siregar, Liza Kotrunada, Said Muhammad Sahal Assegaff, dan Sin Syin Khoirunisa. Kami memanfaatkan akhir pekan untuk menyapa masyarakat di sekitar taman. Tidak sekadar hadir, kami juga mengajak warga untuk memaknai taman kota sebagai ruang edukasi yang terbuka bagi siapa saja.
“Kami ingin mengajak masyarakat melihat taman tidak hanya sebagai tempat rekreasi, tetapi juga sebagai ruang belajar bersama,” ujar Raihan, salah satu penggagas kegiatan.
Kegiatan yang dilakukan memang sederhana—berdialog dengan pengunjung, membersihkan area taman, dan memasang beberapa papan informasi kecil berisi ajakan menjaga lingkungan. Namun dari aksi kecil itulah, muncul benih kesadaran baru tentang pentingnya merawat ruang publik.
“Banyak warga yang awalnya hanya duduk santai, ikut tertarik melihat apa yang kami lakukan. Mereka mulai bertanya, bahkan ikut membantu,” tambah Liza.
Dengan pendekatan yang komunikatif dan ringan, kelompok kami berharap berhasil menyentuh sisi paling dasar dari partisipasi publik: keterlibatan. Tidak dengan ceramah, tidak pula dengan kampanye berat—hanya dengan hadir dan memberi contoh.
Waduk Ria Rio selama ini dikenal sebagai salah satu taman kota yang menyatu dengan kawasan air. Pemandangan danau, jalur pedestrian, dan rindangnya pepohonan membuatnya jadi favorit warga sekitar. Namun potensi edukatifnya masih jarang disentuh.
Melalui gerakan ini, taman disulap menjadi semacam "kelas terbuka", tempat di mana percakapan tentang lingkungan, kebersihan, dan kepedulian sosial bisa muncul secara organik. “Kami hanya memantik. Sisanya kami harap akan tumbuh dari warga itu sendiri,” kata Sahal.
Tak ada panggung besar, tak ada sambutan resmi. Tapi justru di sanalah letak kekuatan gerakan ini—sederhana, dekat, dan bisa dilakukan oleh siapa saja. Inisiatif semacam ini mengingatkan bahwa cinta pada tanah air tidak selalu datang dalam bentuk besar dan formal. Ia bisa tumbuh dari taman, dari interaksi, dari ajakan ringan untuk peduli.
Taman Ria Rio: Menyulap Ruang Hijau Menjadi Kelas Terbuka
“Kadang yang dibutuhkan hanya satu langkah kecil, dan keberanian untuk memulainya,” tutup Sin Syin.