Oleh: Yumahest
Semua manusia pasti ingin hidup bahagia. Namun, sebagian dari kita masih ada saja yang beranggapan bahwa bahagia adalah ketika memiliki harta berlimpah, jabatan tinggi, bisa membeli barang-batang mewah, dan sebagainya. Dan kebanyakan dari kita tidak menyadari bahwa ada kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang kita dapatkan setiap hari.
Tidak sedikit pula dari kita yang merasa menjadi manusia paling sengsara dan paling menyedihkan hidupnya. Padahal, diberi kesehatan oleh Tuhan merupakan kebahagiaan yang sangat bernilai harganya.
Kebahagiaan tidak bisa diukur dari seberapa sukses kita atau seberapa banyak uang yang kita miliki. Buktinya, banyak orang di luar sana yang hartanya menggunung tapi hidupnya tidak bahagia. Sebab, definisi bahagia adalah ketika kita bisa menerima dan menikmati segala sesuatu yang kita punya. Oleh sebab itu, sikap bersyukur sangat berperan penting dalam meraih kebahagiaan dalam hidup.Â
Dengan diberi fisik yang lengkap, daripada minder karena beranggapan tidak cantik atau tampan, lebih baik mensyukuri apa yang sudah Tuhan kasih dan dimanfaatkan sebaik mungkin untuk memaksimalkan kelebihan dalam diri dan menciptakan kebahagiaan versi kita.
Namun, manusia masih saja suka membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Padahal yang kita lihat merupakan kulitnya saja. Dari kulitnya tampak orang-orang hidupnya nyaman dan tenteram, padahal aslinya belum tentu seperti itu. Dan sikap suka membanding-bandingkan inilah yang membuat kita merasa tertekan, tersiksa, cemas dan gelisah, tidak bahagia, bahkan kemungkinan terburuknya bisa terserang penyakit mental.
Sejatinya, bahagia atau tidaknya kita, kitalah yang menciptakannya. Tergantung bagaimana kita menyikapi semuanya. Karena seperti yang sudah dijelaskan di aliran Stoikisme, semua peristiwa atau kejadian yang sedang berlangsung bersifat netral. Pikiran, cara kita memandang, dan cara kita menyikapinyalah yang menimbulkan perspektif baru hingga parahnya bisa menciptakan masalah baru untuk diri kita sendiri.