Mohon tunggu...
Komunitas Lagi Nulis
Komunitas Lagi Nulis Mohon Tunggu... Penulis - Komunitas menulis

Komunitas Penulis Muda Tanah Air dari Seluruh Dunia. Memiliki Visi Untuk Menyebarkan Virus Semangat Menulis Kepada Seluruh Pemuda Indonesia. Semua Tulisan Ini Ditulis Oleh Anggota Komunitas LagiNulis.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Kebahagiaan Lebih Sederhana, Yuk!

19 Juni 2022   10:31 Diperbarui: 19 Juni 2022   10:41 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari pixabay.com

Oleh: Yumahest

Semua manusia pasti ingin hidup bahagia. Namun, sebagian dari kita masih ada saja yang beranggapan bahwa bahagia adalah ketika memiliki harta berlimpah, jabatan tinggi, bisa membeli barang-batang mewah, dan sebagainya. Dan kebanyakan dari kita tidak menyadari bahwa ada kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang kita dapatkan setiap hari.

Tidak sedikit pula dari kita yang merasa menjadi manusia paling sengsara dan paling menyedihkan hidupnya. Padahal, diberi kesehatan oleh Tuhan merupakan kebahagiaan yang sangat bernilai harganya.

Kebahagiaan tidak bisa diukur dari seberapa sukses kita atau seberapa banyak uang yang kita miliki. Buktinya, banyak orang di luar sana yang hartanya menggunung tapi hidupnya tidak bahagia. Sebab, definisi bahagia adalah ketika kita bisa menerima dan menikmati segala sesuatu yang kita punya. Oleh sebab itu, sikap bersyukur sangat berperan penting dalam meraih kebahagiaan dalam hidup. 

Dengan diberi fisik yang lengkap, daripada minder karena beranggapan tidak cantik atau tampan, lebih baik mensyukuri apa yang sudah Tuhan kasih dan dimanfaatkan sebaik mungkin untuk memaksimalkan kelebihan dalam diri dan menciptakan kebahagiaan versi kita.

Namun, manusia masih saja suka membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Padahal yang kita lihat merupakan kulitnya saja. Dari kulitnya tampak orang-orang hidupnya nyaman dan tenteram, padahal aslinya belum tentu seperti itu. Dan sikap suka membanding-bandingkan inilah yang membuat kita merasa tertekan, tersiksa, cemas dan gelisah, tidak bahagia, bahkan kemungkinan terburuknya bisa terserang penyakit mental.

Sejatinya, bahagia atau tidaknya kita, kitalah yang menciptakannya. Tergantung bagaimana kita menyikapi semuanya. Karena seperti yang sudah dijelaskan di aliran Stoikisme, semua peristiwa atau kejadian yang sedang berlangsung bersifat netral. Pikiran, cara kita memandang, dan cara kita menyikapinyalah yang menimbulkan perspektif baru hingga parahnya bisa menciptakan masalah baru untuk diri kita sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun