Mohon tunggu...
LA2KP
LA2KP Mohon Tunggu... Mahasiswa - Lembaga Analisis dan Advokasi Kebijakan Publik UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Lembaga Analisis dan Advokasi Kebijakan Publik (LA2KP) merupakan sub unit jurusan Administrasi Publik FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang diresmikan pada tahun 2019 yang bergerak dalam mengkaji isu-isu terkini yang berkaitan dengan kebijakan publik, memberikan pelatihan dan advokasi kebijakan, serta melakukan riset dan analisis yang bekerjasama dengan lembaga ataupun instansi pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kenaikan Pajak 12% di Tahun 2025

14 Mei 2024   17:44 Diperbarui: 14 Mei 2024   17:52 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kenaikan pajak selalu menjadi topik yang kontroversial dan mendapat perhatian publik yang besar, mencerminkan dinamika ekonomi, serta nilai-nilai sosial dan politik yang mendasarinya. Tahun 2025 menjadi saksi dari langkah pemerintah untuk meningkatkan pajak sebesar 12%, sebuah keputusan yang mencetuskan beragam pandangan dan perdebatan di kalangan masyarakat. Kenaikan pajak sebesar ini tidak hanya mempengaruhi kantong individu dan perusahaan, tetapi juga memiliki dampak yang lebih luas terhadap struktur ekonomi, kesejahteraan sosial, dan dinamika politik.

Keputusan untuk meningkatkan pajak sebesar ini tidak dapat dipisahkan dari konteks global dan lokal yang kompleks, termasuk tantangan ekonomi yang dihadapi negara, ekspektasi masyarakat terhadap layanan publik, serta tekanan politik yang mungkin mempengaruhi keputusan kebijakan. 

Dengan demikian, peningkatan pajak sebesar 12% di tahun 2025 bukan hanya sebuah langkah administratif, tetapi juga sebuah keputusan strategis yang memiliki implikasi jangka panjang bagi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan sosial negara.

Pertama-tama, penting untuk memahami alasan di balik kenaikan pajak tersebut. Pemerintah mungkin menghadapi tekanan fiskal yang signifikan, seperti defisit anggaran yang meningkat, kebutuhan akan pendanaan infrastruktur, atau pembiayaan program-program sosial yang penting. Dalam konteks ini, kenaikan pajak mungkin dianggap sebagai langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung pertumbuhan jangka panjang.

Namun, sementara tujuan ekonomi dapat dipahami, kenaikan pajak juga memiliki dampak sosial dan politik yang signifikan. Warga negara yang terkena dampak langsung dari kenaikan pajak mungkin merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan beban finansial tambahan, terutama jika tidak diimbangi dengan peningkatan layanan publik atau insentif yang sesuai. Ini dapat menyebabkan ketidakpuasan masyarakat dan bahkan protes yang memperumit lingkungan politik.

Dari sudut pandang bisnis, kenaikan pajak dapat mengurangi daya saing perusahaan di pasar global atau mengurangi insentif untuk berinvestasi di dalam negeri. Ini bisa berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Namun, di sisi lain, kenaikan pajak juga dapat dilihat sebagai langkah yang memperkuat posisi keuangan pemerintah, memberikan stabilitas dan kepercayaan kepada pasar, yang pada gilirannya dapat mendukung investasi jangka panjang.


Selain itu, kenaikan pajak juga dapat menjadi alat redistribusi yang efektif untuk mengurangi kesenjangan ekonomi. Dengan mengumpulkan lebih banyak pendapatan dari mereka yang mampu, pemerintah memiliki lebih banyak sumber daya untuk mendukung program-program kesejahteraan sosial dan memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Ini dapat membantu menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan merata.

Tentunya, Kenaikan pajak sebesar 12% ini telah menjadi topik yang mendominasi perbincangan dalam berbagai kalangan masyarakat, terutama di ranah politik dan ekonomi. Upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai bagian dari strategi pembangunan ekonomi menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak. Namun, sebelum memahami implikasi lebih lanjut terkait kenaikan pajak ini, penting untuk menyoroti apakah regulasi yang mengaturnya sudah mencapai tahap final.

Regulasi yang mengatur kenaikan pajak sebesar 12% adalah elemen krusial dalam perencanaan dan implementasi kebijakan fiskal sebuah negara. Dalam banyak negara, regulasi pajak diatur oleh undang-undang yang khusus menangani masalah perpajakan. Di Indonesia, sebagai contoh, regulasi mengenai pajak diatur oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang telah mengalami beberapa kali revisi. 

Namun, kenaikan tarif pajak umumnya memerlukan perubahan dalam undang-undang perpajakan yang ada atau bahkan pembentukan undang-undang baru. Proses ini melibatkan langkah-langkah seperti penyusunan rancangan undang-undang, pembahasan di lembaga legislatif, dan akhirnya penandatanganan oleh kepala negara atau pemerintah.

Saat ini, belum ada keputusan resmi yang diambil terkait kenaikan pajak sebesar 12%, sehingga dapat diasumsikan bahwa regulasi yang mengaturnya belum mencapai tahap final. Diskusi dan negosiasi masih berlangsung di tingkat legislatif atau lembaga yang terkait, dan proses ini bisa memakan waktu yang cukup lama tergantung pada kompleksitas dan kontroversi dari kebijakan tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun