Mohon tunggu...
L H
L H Mohon Tunggu... profesional -

seorang ibu yang senang membaca & menulis ------------------ @ di Kompasiana ini TIDAK pernah pakai nick lain selain nama asli yg skg disingkat menjadi LH.----- di koki-detik pakai nick 'srikandi' \r\n\r\n----------------\r\nMy Website: \r\nhttp://www.liannyhendranata.com\r\n\r\n----------------\r\n\r\nmy twitter : \r\nhttp://twitter.com/#!/Lianny_LH\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebahagiaan ibuku, hanya ingin jadi tukang pecel.!

20 Desember 2011   02:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:01 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebahagiaan ibuku itu terbilang sangat naif dan sederhana, jika orang lain ingin rumah bagus dan pelayanan yang baik pada masa tuanya, ibuku hanya minta ‘izinkanlah saya untuk tetap menjadi tukang pecel’ aneh ya, cita-cita koq hanya jadi tukang pecel.!  Tetapi itulah ibuku.Sejak usia saya masih balita, ibu mulai berjualan pecel (lotek: bahasa Jakarta/ Bandung) ternyata itulah garis hidupnya, itulah letak kebahagiaannya.

Jika melihat tubuh dan wajahnya, anda tidak akan percaya beliau sudah hampir 80 tahun, dengan tahun kelahiran 1934, jaman Indonesia belum mengidungkan lagu kemerdekaan, ibu saya sudah berjuang sebagai seorang manusia yang harus tumbuh sebagai anak bungsu yang dihidupkan seorang janda.

Bukan nyombongin ibu sendiri, beliau memang terkesan awet muda, rambutnya tidak pernah disemir tapi ya koq , rambutnya tetap hitam, bahkan ubannya hanya beberapa helai aja, ‘body’ nya juga masih aduhai, geraknya gesit banget, kalah deh nih anaknya. Kalau ditanya orang apa sih resep awet muda mama, beliau selalu menjawab dengan tertawa, “saya tidak punya resep apa-apa, mungkin karena saya tukang pecel, jadi ngulek pecel di cobek, itu goyang pinggul tiap hari yang bikin badan saya sehat”

Ya, kalau dipikir, adabenernya rahasia ‘awet muda’ si emak pecel ini, karena sampai hari ini, beliau tetap aktif sebagai penjual pecel ulek dipinggir jalan di kota Bogor, saya bangga pada ibu, beliau membesarkan saya dengan uang halal hasil keringatnya, dan saya tidak malu dan risih dengan cemoohan orang yang mencibir, mengatakan saya yang tidak ‘care’ dengan orang tua, karena membiarkan beliau tetap jualan pecel, saya tahu apa arti kebahagiaan ibu kandung saya dan itu yang utama, bukan apa kata orang.

[caption id="attachment_149997" align="aligncenter" width="300" caption="by google"] [/caption]

Ibu saya, sudah menjalani profesinya menjadi tukang pecel, selama masa enam presiden. Sebutan popular untuk dirinya ya si ‘Emak pecel’ Demikian cerita nostalgianya:

Waktu zaman Soekarno, si Emak sudah sering berantem dengan petugas kotamadya, pasalnya tempat dagang si mak, terletak di terotoar jalan satu-satunya di kota Bogor yang harus bersih dari pedagang kalau ada Presiden, pejabat atau tamu negara yang akan melintas mau ‘ngadem’ di Puncak atau ke Bandung. Kalau petugasnya ‘baik’, meja dagangan si Mak digotong untuk sementara ‘lenyap’ dari pemandangan ‘pembesar’ yang akan melintas. Tapi terkadang dapat petugas yang sok ‘keren’, modal vital untuk membuat pecel yaitu cobek batunya disita petugas, dan si Mak harus jalan kaki mengambilnya dikantor walikota yang jauh letaknya.

Waktu zaman Soeharto, Presiden atau pejabat lainnya kalau mau ke Bandung, atau Puncak sudah bisa lewat jalan Tol Jagorawi, maka si Emak bisa dagang tanpa disita petugas Kotamadya. Tapi harus bayar uang ‘aman’ supaya meja dagangan boleh tetap berdiri. Dan uang ‘aman’ ini semakin hari semakin besar, dan yang malak bukan hanya satu orang saja dalam setengah hari berdagang.

Waktu zaman Habibie, si Emak  harus mengencangkan ikat pingangnya yang memang sudah kecil, karena Jakarta baru selesai dilanda kerusuhan Mei kelabu, maka pelanggannya yang tinggal di Jakarta banyak yang jadi orang miskin baru, dan mereka banyak yang  trauma meninggalkan rumahnya pindah ke luar negri, takut ada kerusuhan lagi. Dagangnya hampir bangkrut, karena ibarat pepatah bilang: “besar pasak dari pada tiang”. si Emak pontang-panting harus putar otak, supaya bisa tetap membayar kuli angkut dan pembantunya, yang tetap menuntut digaji walaupun pecelnya tidak laku.

Waktu zaman Gus Dur, si Emak yang sudah semakin kecil pinggangnya harus lebih dikecilkan, negara dilanda bencana alam dan banjir yang hampir menenggelamkan kota Jakarta. Pak presiden sering pergi keluar negeri jadi tidak melihat rakyatnya menderita.

Waktu zaman Megawati, si Emak bangga punya presiden perempuan, pasti akan mengerti penderitaan sesama perempuan, begitu pikirnya. Eh… apa mau sang presiden ada di televisi yang si emak nonton, ibu Megawati berkata: “saya sudah pusing ngurus semua urusan negara” wah si Emak ikut pusing karena harga-harga juga pada naik semua, bom meletus dimana-mana, demo yang terjadi di Jakarta, membuat turis lokal enggan berkunjung ke Bogor, mereka bingung akan rumahnya jika ditinggalkan.

Sekarang zaman SBY, si Emak  senang banget melihat sang presiden yang ganteng dan murah senyum, di televisi dilihat sang Presiden mencium anak yatim piatu, dan ikut nyanyi dikontes nyanyi, wah SBY presiden dengan pesona selebritis, gitu orang-orang di pasar banyak yang bilang. Tapi di tangan bapak SBY lah si Emak tambah bingung, dalam 1 tahun, sudah masuk RS 4x karena darah tinggi kumat  terus, karena harga-harga kebutuhan pokok naik dan naik terus.

Dulu dia senang boleh pilih sendiri para anggota Dewan yang bilang mau mewakilkan kepentingan rakyat miskin, tapi sekarang sang pilihan minta naik gaji terus, tapi hasil kerjanya APA?, padahal rakyat jelata seperti dirinya, harus mengurangi makan untuk bisa bayar pembantu dan kuli angkut dagangannya, supaya semua bisa tetap makan, walaupun sekarang hanya dua kali saja. Untuk tambah jadi tiga kali seperti dulu, uangnya sudah tidak cukup.

Ach dengan segala bekal pengalaman hidupnya itu, ibu saya tetap saja pada permintaannya “izinkanlah saya tetap menjadi tukang pecel, saya cinta pekerjaan ini”. Baiklah bu, karena itu arti kebahagiaan untuk ibu, saya akan mendukung keinginanmu, semoga Tuhan selalu memberi rahmat kesehatan untukmu.!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun