Mohon tunggu...
Humaniora

Penghuni Lembah Sungai Omo

4 Januari 2017   23:08 Diperbarui: 4 Januari 2017   23:18 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sekelompok orang-orang Hamar sedang enjoy dibawah naungan pohon dengan enaknya. Orang-orang hamar adalah komunitas yang mendiami Ethiopia bagian barat daya (sambil diingat kembali lagu anaknya ; timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, barat laut, utara, timur laut ). Mereka mendiami lembah sungai Omo yang subur. Kehidupan kesehariannya adalah dengan menggembala ternak sehingga mereka pada umumnya mengagungkan hewan.
Berdasarkan Badan sensus etiopia pada tahun 1994 (belum dapat sensus terbaru) melaporkan bahwa ada 42.838 orang yang berbicara dengan bahasa Hamar, dan ada 42.448 orang yang menyatakan bahwa mereka orang hamar. 

Jumlah tersebut berarti juga 0.1% dari keseluruhan populasi dari pada negara Ethiopia nan jauh disana. Ada pendapat yang menyatakan bahwa adanya fenomena globalisasi dapat mengikis keberadaan dari keunikan etnis tersebut. Seperti biasa layaknya pembangunan di negeri kita. Pastilah ada pro kontra pada pembangunan di daerah yang dianggap tertinggal. Dampak modernitas dan ketahanan kebudayaan asli dari suatu tempat selalu menjadi pertentangan yang tak ada habisnya.


Penulis tak mau memberikan pendapat pribadi mengenai hal ini. Jadi saya tampilkan saja salah satu pendapat orang. Berikut adalah terjemahan bebas yang saya kutip dalam sebuah laman di web.


Seorang fotografer bidang dokumenter bepergian ke lembah sungai Omo di etiopia untuk mengabadikan adat tradisional dari suku kuno pada jaman peubahan.


Sebuah bendungan Hydro-elecric besar masih dalam proses pengerjaan di lembah sungai Omo dalam rangka menunjang perkebunan yang luas yang menyudutkan suku tersebut dari tanah mereka. Keadaan tersebut dapat menghancurkan keadaan yang rapuh dan perikehidupan suku yang sudah akrab dengan sungai serta banjir tahunannya.


Peningkatan jumlah turis juga memiliki efek negatif terhadap kebiasaan mereka. Bahkan fotografer tersebut harus membayar untuk setiap foto yang ditangkap dan sedikit sekali kesempatan untuk menangkap moment candid dari keseharian mereka. Demi kepentingan foto dan uang beberapa wanita rela menaruh pot, tanduk dan bunga pada kepala mereka. Anak-anak kecil berpose layaknya model yang sudah berpengalaman dan menawarkan seni lukis tubuh dan suguhan tarian.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun