Mohon tunggu...
Efendik Kurniawan
Efendik Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Publish or Perish

Pengamat Hukum email : efendikkurniawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Aspek Kesalahan Korban dalam Bisnis Online

20 November 2022   21:01 Diperbarui: 20 November 2022   21:21 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fenomena iming-iming bisnis dengan keuntungan yang menggiurkan kembali terjadi. Kali ini fenomena tersebut menimpa beberapa mahasiswa IPB. Ya. mereka diiming-imingi sebuah keuntungan dari bisnis toko online, namun harus melakukan pinjaman online supaya keuntungan tersebut dapat dicairkan.

Dilihat dari aspek viktimologi, yakni melihat suatu peristiwa pidana dari perspektif korban. Khusus, dalam tulisan ini hendak mempersoalkan pada aspek kesalahan korban. 

Di dalam kajian viktimologi, terdapat penggolongan yang memperhatikan pada tingkat kesalahan korban. Pertama, Korban Ideal, yaitu Korban yang sama sekali tidak bersalah. 

Dengan kata lain, ia murni menjadi korban tindak pidana. Misalnya, imigran seorang desa yang berangkat ke kota, sering menjadi korban tindak pidana  penjambretan. 

Kedua, Korban dengan sedikit Kesalahan, yaitu kekurangwaspadaanya terhadap orang-orang asing yang hadir di dalam kehidupannya. Misalnya, mudah percaya terhadap orang-orang yang mampu menjanjikan menggandakan uang. Ketiga, Korban yang tingkat kesalahannya sama dengan Pelaku Tindak Pidana. 

Misalnya, korban meminta bantuan bunuh diri kepada orang lain. Keempat, Korban yang tingkat kesalahannya melebihi Pelaku Tindak Pidana. Pada bentuk penggolongan ini, terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: Korban yang Provokatif (the provoker victim), yaitu Korban yang dengan sengaja melakukan provokasi Pelaku untuk melakukan Tindak Pidana dan Korban yang karena kelalaiannya mestimulasi Pelaku untuk melakukan Tindak Pidana. 

Misalnya, seorang korban yang lalai bertelfon di jalan raya dan menstimulasi Pelaku untuk melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan (penjambretan). Kelima, Korban yang satu-satunya bersalah. 

Artinya, tingkat kesalahan Korban jauh melebihi Pelaku. Misalnya, seorang Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan yang justru meninggal dunia, karena terbunuh oleh Perempuannya, karena ada pembelaan diri. Keenam, Korban Imajiner, yaitu korban yang dengan kepura-puraanya atau imajinasinya melakukan penyesatan terhadap proses peradilan pidana, dengan harapan ada pemidanaan terhadap Terdakwa. Misalnya, Penderita Paranoid.

Dalam peristiwa di atas, dengan modus berbagi keuntungan adalah sangat sering terjadi. Artinya, terdapat andil sedikit kesalahan korban. Seharusnya, para korban sudah dapat menggunakan logika yang wajar pada umumnya, terkait proses bisnis tersebut bagaimana dan keuntungan tersebut berapa yang diperoleh harus jelas. 

Namun, tipe masyarakat kita memang mudah sekali untuk diiming-imingi dengan modal sedikit dan keuntungan yang besar, tetapi tidak memahami secara keseluruhan bagaimana proses bisnis tersebut dijalankan. Hal ini yang seharusnya diantisipasi oleh masyarakat pada umumnya. Jangan mudah tertipu dengan bisnis-bisnis yang tidak wajar, baik dari sisi keuntungan maupun proses bisnisnya.

Sedangkan, dari aspek hukum pidana terhadap perbuatan pelaku dapat dikenakan ketentuan tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP. Ya, perbuatan pelaku memenuhi unsur delik menggunakan rangkaian kata bohong dan tipu muslihat, sehingga orang tergerak menyerahkan uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun