Mohon tunggu...
ACJP Cahayahati
ACJP Cahayahati Mohon Tunggu... Insinyur - Life traveler

tukang nonton film, betah nulis dan baca, suka sejarah, senang jalan-jalan, hobi jepret, cinta lingkungan, pegiat konservasi energi dan sayang keluarga

Selanjutnya

Tutup

Nature

Berpikir Global Bertindak Lokal

26 Maret 2012   15:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:27 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13327770861183185490

[caption id="attachment_178457" align="alignright" width="300" caption="sayuran (dok. pribadi)"][/caption] Sebagai pecinta jeruk medan, blewah, pepaya, manggu, duren, bengkuang, rambutan, sawo, sirsak dan hampir semua buah lokal. Saya jadi senewen juga bila melihat meja buah-buahan di pasar swalayan besar dan kecil bahkan di pasar tradisional dipenuhi jeruk Xian Lie, pepaya Bangkok, apel Washington, jeruk sunkist California. Aaaaa … selain harga buah-buahan itu mahal juga bingung dengan keberadaan para petani lokal kita. Bila semua orang Indonesia membeli buah-buahan impor lalu siapa yang akan membeli buah-buah petani lokal ??? Tidak dipungkiri, kemasan serta warna buah dan sayur-sayuran impor seringkali lebih menggoda dan lebih membangkitkan selera pembeli. Silakan, dekatkan wortel impor dan wortel lokal, bagaikan si kaya dan si miskin, wortel lokal lebih kurus, konturnya tidak lurus dan warnanya tidak seoranye wortel impor. Tapiiiii …. bila mengingat di balik buah-buahan dan sayuran lokal ini juga ada petani tua, kurus dan tak berdaya, rasanya hati saya ikut teriris. Untuk itu, walaupun tampilan wortel lokal ini tidak terlalu membangkitkan selera, saya tetap setia membeli wortel lokal. Bertindak Lokal Bagaimana ya … kalau ingat terjemahan berkesinambungan atau berkelanjutan atau sustainability itu adalah berpikir global dan bertindak lokal, membeli buah lokal tentu saja juga jadi bentuk nyata tindakan lokal demi perbaikan iklim global. Dan bila ingat bapak presiden kita telah mengumumkan di pertemuan G20 di Pittsburg bahwa Indonesia tahun 2020 akan menurunkan emisi CO2 sampai 26% dari tingkat emisi tahun 2005, maka menurut saya usaha meningkatkan daya tarik buah-buahan lokal adalah bagian dari usaha mengurangi emisi CO2. Cinta buah-buahan lokal tentu saja dapat mengurangi emisi CO2 karena bila kita mengonsumsi buah lokal dan mengurangi impor buah, emisi CO2 yang dikeluarkan untuk transportasi buah-buahan tersebut berkurang drastis. Jeruk Medan, apel Malang, rambutan Tangerang memiliki jejak atau emisi CO2 lebih sedikit daripada buah yang didatangkan dari New Zealand, Australia, Cina atau Amerika. Selain itu, terbayang di kepala saya, bila buah-buahan lokal kembali mewarnai gerai-gerai pasar swalayan, tawa bahagia tentulah menghiasi para petani tua dan miskin kita. Kebijaksanaan lokal tampaknya semakin terbuka di sini untuk mewujudkan hormat kita pada alam sebagai domain yang telah diciptakan oleh Sang Maha Kuasa. You love the nature, you love the creator. Alam Indonesia yang sebagian besar subur makmur mungkin telah menjadi takdir pertanian yang tidak bisa dipungkiri, tinggal kitalah yang harus bijaksana pula untuk lebih banyak bertindak lokal. Saya sangat senang bahwa akhirnya kita mampu bertanam gandum. Pertama kali mendengar bahwa kita sebagai pemakan pisang goreng dan pecinta mie bakso, adalah negara pengimpor gandum, saya sangat kaget. Konon, Indonesia baru tahun 1967 mengenal gandum melalui tepung pemberian Amerika dan sejak itu Indonesia adalah pengimpor setia gandum. Namun sejak tahun 2004 Indonesia sudah membudidayakan gandum yang merupakan tanaman subtropis di 8 propinsi di Indonesia. Hah … lega, semoga ladang gandum ini bisa terus bertahan dan bahkan bertambah, tidak kemudian berkurang karena menjadi lapangan golf atau pemukiman. Bisa jadi ibu Brundtland lah, mantan perdana mentri Norwegia yang berhasil menjewer atau menghenyak banyak orang dengan konsepnya tentang kebersinambungan atau keberlanjutan atau sustainable ini. Namun suku Indianlah yang lama sebelumnya memiliki kebijakan bahwa alam itu bukan warisan dari orangtua tapi pinjaman dari anak cucu kita. (ACJP)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun