Mohon tunggu...
Jojo Simatupang
Jojo Simatupang Mohon Tunggu... Guru - Sarjana Pendidikan | Guru | Penulis

Menjadi manfaat bagi banyak orang dan menjadi lebih baik setiap harinya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Marketing Pribumi

25 Juni 2019   12:00 Diperbarui: 25 Juni 2019   12:18 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penduduk Asli Indonesia. Sumber: idntimes.com

Marketing atau dalam terjemahan bebas Bahasa Indonesia artinya pemasaran. Marketing tidak luput juga dari sales (penjualan), namun keduanya ini berbeda. Marketing dapat dikatakan memiliki kantor, mengurus segala bentuk administrasi, menjadi penghubung antara satu dengan yang lainnya hingga mencapai kata 'deal'dalam penjualan.

Sales sendiri beberapa perusahaan tidak mewajibkan sales untuk berdiam di kantor, namun melakukannya di luar kantor. Untuk perihal di kantor, sales bukan suatu jabatan, hanya sekadar freelancer yang mencari rupiah dengan caranya sendiri baik mengandalkan relasi, atau dengan 'nekat'. Nekat disini maksudnya adalah menghampiri calon client dengan tanpa pandang bulu, kenal tidak kenal yang penting berani masuk, nekat, dan bisa mendapatkan clientnya. Berberapa perusahaan juga mengunakan sebutan berbeda yakni agent, berbeda namun sebenarnya adalah sama.

Memperkenalkan produk adalah hal lumrah yang dilakukan sebagai seorang marketing baik dalam hal bisnis mau pun pertemanan. Berbagai macam cara dilakukan agar si marketing mendapatkan customer sampai dengan dapat mencuri hati calon customernya.

Marketing ada 2 cara dalam mendapatkan customernya yakni langsung dan tidak langsung, langsung yaitu bertemu secara langsung sedangkan tidak langsung berhubungan melalui media komunikasi seperti telepon, SMS, whatsapp, sosial media, dan lain-lain.

Marketing Strategy. Sumber: 123rf.com
Marketing Strategy. Sumber: 123rf.com
Ada kejadian unik yang dilakukan oleh salah seorang marketing perusahaan yang bergerak pada bidang jasa. Sebanyak 4 kali dalam bulan Juni ini saya mendapat telepon dari bagian marketing suatu perusahaan jasa. Saya tidak menyebutkan jasa apa dan nama persuahaannya karena hal ini dilakukan oleh oknum atau seorang, saya tetap menjaga nama baik perusahaan tersebut, sekadar ingin berbagi pengalaman dan pemikiran di sini.

Telepon pertama masih memperkenalkan produk dengan bicara cepat dan sesekali mengatakan "mengerti?" Telepon kedua sama seperti yang pertama, masih memperkenalkan produknya beserta keunggulannya, bedanya wanita yang menghubungi. Kemudian telepon ketiga lebih antusias dengan memperkenalkan produk, menjelaskan keunggulannya, mengatakan bahwa ada keuntungan ekstra di produknya tersebut yang sebenarnya keuntungan ini tidak boleh, karena sudah di luar fungsinya produk ini.

Nah, telepon keempat sangat berbeda, sifatnya memaksa dan skillnya sudah level dewa, kurang lebih seperti ini percakapannya,

Mkt: Marketing, Sy: Saya

Mkt: Selamat sore pak!

Sy: Ya sore.

Mkt: Ya pak, saya Vina (bukan nama sebenarnya) dari PT. Untung Terus (juga disamarkan). Sebelumnya Bapak sudah dihubungi rekan kami dari PT. Untung Terus ya Pak?

Sy: Ya, yang produk 'anu' ya?

Mkt: Ya benar, Pak! Saya jelaskan lagi ya pak, mohon maaf mengganggu waktu Bapak sebelumnya. Jadi kami ini memberikan keuntungan untuk Bapak, dengan bla... bla... bla... Bapak bisa untung besar. Meski Bapak sudah ada sebelumnya tapi ini bisa jadi lebih untung, mau 2 sampai 3 bahkan 4 itu banyak pak yang punya karena sangat menguntungkan. Bla... bla... bla... pak. Nah disini Bapak cukup menyertakan bla... bla... bla... tidak seperti kompetitor pak, sangat untung dan ini sifatnya pribadi.

Sy: Wah kok bisa seperti itu, bukannya tidak boleh ya Bu seperti itu?

Mkt: Nah itu dia keunggulan dari kami, Bapak cukup bla... bla... bla... bisa jadi untung pak. Bahkan bisa pakai 2, 3, 4 kali pak.

Sy: (merasa aneh dan tidak logis) Hmm... tapi saya sudah punya Bu.

Mkt: Tidak apa-apa Pak, banyak yang punya 2, 3, 4, bahkan sampai 5 produk ini Pak.

Sy: Saya rasa mubazir Bu, saya juga jarang menggunakan produknya.

Mkt: Ya pak, tapi memang manfaatnya sangat bagus loh Pak, suatu waktu Bapak gunakan sangat menguntungkan.

Sy: Maaf ya Bu, saya rasa belum berminat, karena saya rasa kurang berguna dan bermanfaat untuk saya.

Mkt: Pak, PT. Maju Terus ini punya 'anu' loh pak, anak bangsa, asli pribumi.

Sy: (langsung berpikir) ya meski punya 'anu', anak bangsa, saya juga memang tidak butuh produknya Bu.

Mkt: Punya 'anu' loh pak, terjamin.

Sy: Hmm... maaf ya enggak dulu ya Bu.

Mkt: Oh begitu ya Pak, jadi enggak dulu?

Sy: Iya engga dulu, saya udah punya, kurang bermanfaat buat saya karena saya sangat jarang menggunakan.

Mkt: Baiklah kalau belum berminat. Kalau boleh tahu Bapak pakai (produk) apa ya?

Sy: Saya sudah pakai bla... bla... bla... asli Indonesia dan bla... bla... bla... yang asing juga.

Mkt: Oke kalau begitu, terima kasih atas waktu dan kesempatannya. Terima kasih Pak, selamat malam.

Ilustrasi perbedaan pribumi dan non pribumi di toilet umum. Sumber: mojok.co
Ilustrasi perbedaan pribumi dan non pribumi di toilet umum. Sumber: mojok.co
Sebenarnya saya kesal dengan telepon tersebut, tidak seharusnya mengucapkan dan menunjukkan hal yang tidak elok tersebut. Pribumi dan non-pribumi itu sudah tidak ada. Pribumi dan non pribumi diciptakan Belanda kala itu, tentu menjadi tanda kasta yang rendah bagi pribumi. Tujuannya juga untuk mengotak-kotakkan suatu kelompok berdasarkan ras. Masing-masing etnis dibatasi ruang geraknya, profesinya, hukumnya, bahasa, kebudayaan, pasangan, rambut, bahkan hak politiknya.

Saya heran dengan orang yang bangga dengan kata pribumi tersebut, pribumi non pribumi justru memecahbelah bangsa, tidak perlu dikemukakan. Di negeri ini juga tidak 100% asli Melayu, jika ditelusuri banyak hasil perkawinan antaran pendatang dengan penduduk lokal yang menciptakan suatu etnis tertentu.

Pengelompokan ini tentu tidak elok, memecahbelah bangsa, terutama terhadap bangsa pendatang Tionghoa. Negeri ini sampai mengatur untuk tidak menyebut 'Cina', melainkan Tionghoa untuk orangnya dan Tiongkok untuk negaranya. Mengapa? Karena beberapa golongan merasa orang-orang Tionghoa bukan pribumi selamanya dan tidak akan pernah punya hak penuh seperti mereka.

Dalam wikipedia, pribumi berarti orang asli atau penduduk asli yang merupakan keturunan penduduk awal dari suatu tempat dan telah membangun kebudayaannya di tempat tersebut dengan status asli sebagai kelompok etnis yang bukan pendatang dari daerah lainnya.

Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia. Sumber: republika.co.id
Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia. Sumber: republika.co.id
Jadi kalau dilihat, sepertinya usaha Belanda untuk membuat budaya perpecahan berhasil hingga sekarang. Perpecahan hingga saat ini terlihat dalam interaksi antar wilayah, antar budaya, dan antar suku. Suku A mengatakan suku B itu buruk. Suku B dilarang menikah dengan suku C. Selain itu agama juga jadi hal lain yang menjadi pertimbangan, atau bahkan saat ini lebih kuat agama dari pada suku.

Contoh:

Suku A, agama X mayoritas agama X, Suku B agama Y mayoritas agama Y. Suku A menjaga diri dari suku B, suku B menjaga diri dari suku A.

Suku A, agama Y  mayoritas agama X, suku B agama Y mayoritas agama Y. Suku A terbuka dari suku B, suku B terbuka dari suku A.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun