Mohon tunggu...
Kristin Mariani S
Kristin Mariani S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan, oleh karena itu untuk menunjang proses belajar saya menulis adalah salah satu kegiatan yang saya jalani.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perspektif Birokrasi Hegel dalam Kebijakan Karantina Indonesia Selama Pandemi Covid-19

19 Juni 2022   00:05 Diperbarui: 19 Juni 2022   00:12 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kehadiran SARS-CoV-19 atau Covid-19 di kota Wuhan menjadi awal guncangan bagi dunia khususnya pada bidang kesehatan sejak tahun 2019 lalu. Keadaan berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, budaya cepat memburuk karena penyebaran virus yang begitu cepat menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat utamanya korban yang terus berjatuhan. Oleh karena itu masalah ini harus segera dihadapi, untuk menekan angka positif maka pemerintah membuat berbagai langkah pencegahan penyakit menular.

Terhitung 13 April 2020, presiden memutuskan Covid-19 melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 sebagai bencana nasional yang telah menimbulkan dampak besar bagi kehidupan masyarakat. Kebijakan mengenai karantina akibat penyakit atau wabah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 yang menjelaskan bahwa pemerintah pusat maupun daerah wajib untuk melindungi masyarakat dari penyakit menular melalui karantina kesehatan. Selain itu kebijakan ini meliputi teknis pencegahan, penanggulangan, serta sanksi pidana apabila terjadi kedaruratan kesehatan. Kebijakan tersebut diharapkan mampu menjadi alat untuk pengendalian dan pencegahan penularan penyakit khususnya Covid-19 yang terjadi secara signifikan.

Bila dilihat dari perpektif teoritik, birokrasi hegel merupakan organisasi yang memiliki fungsi eksekutif pemerintahan sehari-hari yang melaksanakan tugas untuk kepentingan bersama masyarakat. Birokrasi ini berfungsi untuk mengutamakan kepentingan umum dan penghubung bagi masyarakat untuk mengetahui dan melaksanakan aturan yang dibuat oleh pemerintah. Bisa dilihat bahwa bidang kesehatan menjadi salah satu hal penting dalam pembagian tugas birokrasi. 

Berdasarkan hal tersebut pemerintah khususnya Kementrian Kesehatan Republik Indonesia memiliki wewenang untuk mengeluarkan peraturan karantina kesehatan saat terjadi pandemic Covid-19 sebagai langkah perlindungan keselamatan masyarakat dari virus.

Setelah kebijakan tersebut dikeluarkan maka berdasarkan prinsip komando dari birokrasi hegel, berbagai pihak dibawah kementrian menjalankan tugas untuk menerapkan dan menjadi penghubung pada masyarakat terkait dengan pemberlakuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018. Implementasi kebijakan ini melibatkan sumber daya yang dimiliki pemerintah untuk menjalankan kebijakan ini meliputi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tenaga kesehatan, rumah sakit, TNI dan POLRI. Konsep birokrasi dibuat menjadi terpusat agar lebih sederhana, mudah dipantau, efisien, serta memiliki tugas yang harus dipertanggungjawabkan pada pemimpin. 

Oleh karena itu, pada pelaksanaannya kebijakan ini berdasarkan pemantauan pelaksanaanya banyak ditemukan resistensi dalam masyarakat yang sulit untuk patuh dalam kebijakan karantina. Menurut kepala Badan Intelejen Nasional (BIN) Budi Gunawan ada tiga modus yang sering terjadi pada pelanggaran karantina yakni: pengganti karantina atau joki, masih terjadi interaksi antara penghuni karantina dan orang luar (contoh: gojek), dan perilaku membujuk petugas untuk meloloskan oknum dengan alasan karantina dirumah.

Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia selama lebih dari 2 tahun ini memaksa pemerintah sebagai birokrasi untuk menangani masalah tersebut melalui penanggulangan dan pencegahan. Terlihat dampak yang terjadi karena kebijakan karantina kesehatan ini beragam seperti perilaku masyarakat berubah dalam hubungan sosial, ekonomi masyarakat yang harus menjalankan karantina terjadi kemerosotan, budaya masyarakat berubah seiring dengan adanya karantina. 

Analisis kebijakan ini menunjukan bahwa budaya masyarakat Indonesia yang belum bisa disiplin menjadi hambatan proses implementasi kebijakan. Oleh karena itu pemerintah sebagai birokrasi membutuhkan kerja keras sebagai mediator dan penghubung dari negara untuk masyarakat sehingga kebijakan bisa terlaksana dengan baik dan timbul kesadaran masyarakat bahwa kebijakan dikeluarkan untuk menjaga kepentingan dalam hal keselamatan kesehatan masyarakat mampu berjalan dengan baik.

Sumber:

Istri, C., & Laksmi, D. (2021). KEBIJAKAN KARANTINA TERHADAP WISATAWAN DI ERA NEW NORMAL COVID-19. 15(2), 1--11.

Munandar, M. A., Muin, A. M., & Mirzana, H. A. (2021). TELAAH KETENTUAN PIDANA KEKARANTINAAN KESEHATAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2018 BAGI KESEHATAN NOTARIS DAN MASYARAKAT ERA PANDEMI COVID-19. Jurnal Ketentuan Pidana Kekarantinaan Kesehatan, 5, 74--98.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun