Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Iman Harus Disertai Perbuatan

12 September 2021   10:36 Diperbarui: 12 September 2021   10:46 2030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memberi sedekah sebagai bentuk hidup keberimanan. Foto: https://islam.nu.or.id/.

Jika berbuat baik tanpa beriman, lah gimana dong? Rasul Yakobus menekankan bahwa iman yang tak disertai perbuatan pada hakekatnya adalah mati. "Apa gunanya saudara-saudaraku, jika kalian mengatakan bahwa aku mempunyai iman, padahal kalian sendiri tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah imanmu itu menyelamatkan kalian?" (Yakobus 2:14).

"Credo" saya beriman, mestinya tak cukup. Ketika sudah dibaptis, kita sebagai orang beriman merasa bangga karena telah masuk dalam kemah persekutuan Gereja. Dengan menyandang status orang beriman, kita seperti dikuatkan, dibarui, diangkat, dan dikhususkan. Akan tetapi, pertanyaannya: "Seberapa mendalam saya menghayati dan menghidupi status keberimanan saya dalam hidup harian?" Cukupkah dengan beriman?

Fondasi kebaruan dan kelanggengan hidup keberimanan kita, sejatinya ditopang oleh perbuatan. Dalam rumusan absolusi, kita seringkali mengatakan demikian: "Bahwa saya telah berdosa; dengan pikiran dan perkataan, dengan perbuatan dan kelalaian." Dalam rumusan ini, gamblang terlihat bahwa kekuatan keberimanan kita terletak pada tingkah laku, tutur kata, dan aksi nyata. Inilah yang digarisbawahi Rasul Yakobus ketika "menegur" sesama orang Kristen.

Dalam refleksi saya, perbuatan pada hakekatnya menjadi saham yang diinvestasikan pada tubuh keberimanan kita. Saham perbuatan tidak harus yang sifatnya "wow" dengan segala idealisme yang magnum. Hal itu, hemat saya terlalu ribet untuk diterapkan. 

Perbuatan yang dimaksudkan Rasul Yakobus sejatinya berkaitan dengan tutur kata, tingkah laku, dan aksi nyata dalam hidup harian. Misalkan, sebagai orang yang beriman, tugas saya yang pertama adalah menjadi berkat untuk sesama. Konkretnya apa? Berbagi, ramah, santun, mengampuni, dan banyak hal sederhana lainnya. Jika hal-hal kecil ini sering diabaikan, bagaimana saya bisa mengatakan dengan lantang kepada publik bahwa saya orang beriman?

Kita pertama-tama bukan dipaksa untuk beriman lalu menerjemahkan hidup keberimanan kita melalui tingkah laku dan perbuatan kita. Sebaliknya, iman itu sejatinya menjadi semacam "kanopi," agar pola hidup, tingkah laku, dan perbuatan kita tetap dijaga dan diperbarui tiap harinya. 

Perbuatan baik, pertama-tama lahir bukan karena saya beriman, tetapi karena saya sudah terbiasa untuk melakukannya. Ketika saya memahami dan menyadari ritme perbuatan baik yang saya lakukan, saya akhirnya beriman. Iman dengan kata lain, menjadi tanggapan teologis-spiritual atas kebiasaan baik yang saya tanamkan dalam hidup harian saya.

Hal yang sama, hemat saya ditekankan Yesus dalam kisah Injil hari ini (Markus 8:27-35). Ketika Yesus melemparkan pertanyaan eksklusif terkait Diri-Nya kepada para murid, Yesus justru mendapati jawaban yang sempurna: "Engkaulah Mesias!" (Markus 8:29). 

Pengakuan Petrus adalah watak "credo" orang beriman. Akan tetapi, watak keberiman Petrus mudah rubuh karena tak disertai perbuatan. Petrus justru tak mampu menerapkan formasi keberimanannya dalam tingkah laku dan tutur katanya. Oleh karena itu, dengan cepat Petrus ditegur oleh Yesus: "Enyahlah iblis" (Markus 8:33). Petrus ditegur karena ia berhenti di beriman, tetapi tak menerapkannya dalam perbuatan.

Dua wejangan Kitab Suci hari ini, hemat saya perlu menjadi pijakan refleksi dan cara kita menahkodai hidup sebagai orang beriman. Pertama, saya menyekolahkan perbuatan baik agar saya sungguh-sungguh beriman. Kebiasaan berbuat baik menjadikan kita manusia yang sadar tuk beriman. Kedua, beriman tidak cukup dalam tataran ucapan dan lebelitas. Beriman itu sebaiknya ditunjukkan pertama-tama dalam tingkah laku, tutur kata, perbuatan, dan kasi nyata hidup harian kita. Semuanya ini dimulai dari pembiasaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun