Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Khora dan Pharmakon dalam Tulisan Plato

8 Juni 2021   22:35 Diperbarui: 8 Juni 2021   22:46 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membahasakan khora dan pharmakon. Foto: Dok. Pribadi Kristianto Naku.

Pengaruh Plato sangat membentuk koridor berpikir Derrida. Kritiknya atas metafisika kehadiran dimulai dari esai Plato's Phamarcy. Derrida berusaha membaca dengan teliti dialog Plato, Timaeus, terutama penggunaan kata pharmakon yang berusaha mendiskreditkan tulisan (writing) dan menganggapnya sebagai dirupsi terhadap logos. Kata pharmakon dalam bahasa Yunani berarti obat-obatan (remedy) atau racun (poison).

Akan tetapi, dalam teks Plato, istilah itu digunakan secara berlebihan untuk mengisyaratkan bahwa tulisan berbahaya bagi ingatan. Menurut Plato, dengan adanya tulisan, manusia tidak perlu lagi mencari kebenaran (logos) melalui jiwa dan ingatannya. Selain mereduksi fungsi jiwa sebagai cermin kebenaran, tulisan merupakan perlawanan langsung terhadap pengetahuan yang berbasis pada kehadiran absolut. Adanya tulisan merupakan ancaman langsung terhadap logosentrisme.

Dalam dialognya dengan Phaedrus, Sokrates menyebut tulisan sebagai pharmakon. Akan tetapi, istilah pharmakon yang diungkapkan Sokrates tidak begitu jelas. Maksud Sokrates bisa dimengerti dari penggalan dialognya dengan Phaedrus. Dalam percakapan keduanya, dikisahkan bahwa di Naucratis, Mesir hiduplah seorang dewa kuno yang memiliki burung bernama ibis dan nama kebesarnnya adalah Theuth. Dialah yang pertama kali menemukan angka, hitungan, geometri, astronomi, dan lebih dari itu adalah tulisan.

Theuth memamerkan temuannya kepada Thamus raja Mesir saat itu dan sang raja memujinya. Ketika sampai pada temuannya mengenai tulisan, Theuth berkata, "Keahlian ini akan membuat orang-orang Mesir lebih bijaksana dan akan memperbaiki ingatan mereka; penemuanku adalah resep (pharmakon) bagi ingatan dan kebijaksanaan mereka." Akan tetapi, Thamus menolak temuan Theuth karena ia menganggap temuan Theuth dapat merusak ingatan. Tulisan, menurut Thamus, akan membuat orang malas untuk meraih kebenaran sejati.

Kecemasan akan pharmakon mencontohkan dengan baik betapa mendalam kecemasan metafisika atas hilangnya kehadiran (loss of presence) oleh karena racun tulisan. Metafisika kemudian membangun dinding untuk membentengi diri dari kontaminasi tulisan. Menempatkan yang satu ke posisi yang pertama, dengan sendirinya akan membangun sebuah hirarkisasi makna dan kedudukan. Menurut Derrida, pharmakon adalah differance. Maka, differance merupakan sebuah upaya penundaan terhadap pembacaan teks yang pasti. Pharmakon berusaha menggerakkan kembali kekuatan-kekuatan teks yang berusaha dihentikan Plato.

Ambiguitas makna pharmakon ini, dipakai Derrida dalam mendekonstruksi sebuah teks. Menurut Derrida, makna tidak bisa distabilkan begitu saja tanpa mencurigai tendensi-tendensi tersembunyi dari sebuah teks. Sebuah teks selalu menyembunyikan makna yang melampaui apa yang diutarakan pengarang. Maka, upaya menunda untuk memastikan makna asali sebuah teks, mendorong seseorang untuk tidak hanya mengikuti logika diam pengarang, tetapi berusaha menggugat lebih jauh pembentukan alur berpikir pengarang.

Dengan kecermatan luar biasa, Derrida menelusuri rangkaian penanda, pembentukan istilah pharmakon dan genealogi linguistiknya, dan struktur pembedaan yang membuat pharmakon tampak problematis dan paradoksal. Semuanya itu, berujung pada dekonstruksi logika biner dalam teks yang memfungsikan kembali logika lain yang direpresi oleh logika dominan. Istilah lain yang juga dikritisi dalam dialog Plato-Timeaus adalah mengenai penggunaan istilah khora. Istilah ini memiliki banyak makna dan makna yang dikenakan padanya (wadah) juga merupakan sebuah upaya pembatasan pengertian. Khora, sejatinya lebih dari sekedar nama. Khora melampaui nama yang disematkan kepadanya, yakni wadah (the receptacle).  

Khora adalah triton genus yang ditambahkan setelah genus pertama (dunia yang tetap) dan genus kedua (dunia yang selalu berubah) -- ilustrasi dalam kisah terbentuknya alam semesta. "Of course, khora is not really a wife or a nurse but sui generis, a third thing (triton genos), an individual (a "this") and not even a genus." Dari gambaran khora di atas, kesimpulan yang dapat ditarik tentang essensi khora adalah (1) tidak memiliki kualitas yang dapat diindrai; (2) Khora adalah medium dimana benda-benda indrawi mengalami proses menjadi dan (3) Khora bukan sekedar ruang tetapi sebuah matrix, "the stuff without property."

Khora menunjuk pada 'yang lain' dari nama. Yang lain dari nama tersebut tidak begitu saja dapat dipahami. Karena tidak begitu saja dapat dipahami, Khora berada dalam kawasan asing (Derrida, 1998:231). Keasingan Khora ini bagi Derrida sudah ditangkap oleh Plato ketika ia memaknai Khora sebagai genus ketiga (triton genus). Melalui Khora Plato tampaknya ingin menolak logic of non-contradiction of the philosophers (1998:231).

Dalam logika non-kontradiksi terdapat dua kutub yakni "itu" dan "bukan itu". Logika non-kontradiksi ini dapat dimengerti juga sebagai logika biner atau logika 'ya' atau 'tidak'. Dengan menolak logika biner Khora dengan itu tidak dapat dijelaskan dengan mengatakan 'Khora merupakan sebuah wadah' atau 'Khora bukan merupakan sebuah wadah.' Khora bagi Derrida tidak lahir dari logika yang alami dan legitim. Ia berasal dari sebuah "hybrid, or even corrupted reasoning" (logismo notho).

Sebagai hasil dari rasio yang korup, maka Khora tidak bisa dimasukkan dalam genus pertama maupun genus kedua. Genus pertama adalah yang abadi (paradigma, model), sedangkan genus yang kedua adalah yang berubah (indrawi). Khora adalah genus yang ketiga (triton genus). Genus yang ketiga tersebut neither intelligible nor sensible; both intelligible and sensible.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun