Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Juliari dalam Bidikan JPU

7 April 2021   03:11 Diperbarui: 7 April 2021   03:20 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eks Menteri Sosial Juliari Batubara di Kantor KPK dalam kasus suap dana bansos. Foto: kompas.com.

Eks Menteri Sosial Juliari Batubara saat ini masih menunggu putusan kejaksaan. Kasus suap yang menjerat eks Menteri Sosial ini memang cukup melebar karena begitu banyak pihak yang ditengarai ikut ambil bagian di dalamnya. Beberapa tersangka sudah diamankan termasuk dua pejabat pembuat komitmen Kementerian Sosial (Kemensos), yakni Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.

Perampungan berkas penyidikan telah memakan waktu yang cukup lama. Bagi masyarakat usaha dengan rentang waktu yang demikian, bukanlah sebuah persoalan, karena prospek dari semuanya mengarah pada kejelasan kasus dan rasa keadilan. Proses hukum akan berlangsung dengan baik jika oknum-oknum yang terlibat di dalamnya sudah selesai diamankan. Untuk aspek ini, masyarakat tentunya berterima kasih kepada pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena sudah bekerja secara maksimal dalam mengumpulkan bukti dan berkas-berkas penyidikan.

Penyerahan berkas ke pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU), hemat saya bukan berarti kasus Juliari selesai ditelusuri. Hal ini juga tidak berarti mereka yang terlibat dalam wadah yang sama bersama dengan Juliari merasa aman karena tak tersentuh KPK. Pelimpahan berkas hanya merupakan sebuah mekanisme penyelesaian kasus agar tersangka (Juliari Batubara) mendapat sebuah putusan yang jelas melalui ketentuan hukum yang berlaku. Di tangan JPU, berkas-berkas biasanya akan diselidiki dan diarahkan ke masing-masing poin ketentuan yang dilanggar. Itu artinya, Juliari dalam bidikan JPU akan menanti dakwaan atas kasus yang menjerat dirinya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan mengkaji bukti-bukti keterlibatan Juliari dalam berbagai kasus suap bansos. Melalui bukti-bukti tersebut, JPU akan membuat observasi disertai bidikan belati analisis proses hukum. Jika semua bukti yang dirangkum dari proses penyidikan KPK dinyatakan benar dan diakui oleh Juliari, maka Juliari siap-siap menerima dakwaan. Tidak hanya berkas yang dilimpahkan ke JPU, tetapi tersangka sendiri (Juliari Batubara) juga menjadi wewenang JPU. Penahanan dalam hal ini menjadi kewenangan pihak JPU.

Publik tentunya mengharapkan pihak JPU bekerja secara maksimal (transparan dan sesuai ketentuan hukum). Harapan ini diupload ke ruang sosial mengingat kejahatan yang dilakukan eks Menteri Sosial Juliari Batubara tergolong kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime). Perbuatannya sangat di luar lajur watak rasa kemanusiaan kita. Bayangkan, di tengah duka lara yang menimpa seluruh bangsa ini, seharusnya Juliari menunjukkan keperibadiannya sebagai pelayan publik yang bijak dan mengayomi. Ia seharusnya berlaku sebagai ibu yang memerhati, merawat, melayani, dan sigap dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

Juliari dipercaya, sejatinya untuk dipercaya, bukan untuk mengadopsi kepercayaan semu. Sebagai seorang menteri yang ditarik ke wilayah pucuk rumah tangga dengan tajuk Indonesia Maju, cara berpikir Juliari juga seharusnya ikut maju. Apa yang dilakukan Juliari justru sebaliknya, memangkas waktu hidup rakyatnya dengan menyunat apa yang menjadi hak rakyat. Tindakan ini terbilang keji, terlebih ketika aksi Juliari dilakukan saat negeri ini tengah sekarat. Menurut data hasil pencermatan tim penyidik KPK, total dana yang disunat Juliari untuk kepentingan pribadinya sekitar Rp 17 miliar. Angka yang sungguh mencekik leher banyak warga.

Untuk itu, kita sebagai korban sekaligus penghuni rumah Indonesia berharap proses penyelesaian kasus ini bisa berjalan secara baik dan seharusnya. Baik dalam arti dilakukan sesuai dengan bukti-bukti dan ketentuan hukum yang berlaku, sedangkan seharusnya dalam hal ini berkaitan dengan kualitas persoalan yang hadapai. Dalam perhitungan rasa kemanusiaan saya, dana yang seharusnya diberikan kepada korban pandemi Covid-19 adalah pil kehidupan yang mampu mengcover begitu banyak masyarakat untuk bertahan melawan wabah. Jika pertimbangan-pertimbangan ini dikalkulasi dan dicermati, hemat saya, pihak penegak hukum sudah "menawarkan" kebutuhan masyarakat Indonesia saat ini -- terutama para korban yang seharusnya menerima dana bansos.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun