Semangat solidaritas
Secara etimologis kata "solidaritas" berasal dari kata dasar "sole" (= single, satu-satunya), kemudian menjadi "solid" (=kuat, padat, utuh, mutlak). Dalam khasanah bahasa Inggris, solidarity dimengerti sebagai "combination or agreement of all elements of individuals, as of a group; complete unity, as of opinion, purpose, interest, feeling, etc." (Neufeldt: 1996, 1276).
Solidaritas menjadi salah satu nilai spiritualitas Kristiani yang terkandung dalam Kitab Suci dan tradisi kristiani, serta memiliki dasarnya pada kemanusiaan dengan segala realitas, problem, tantangan dan harapan yang dihadapi oleh masyarakat aktual.Â
Dengan kata lain spirit solidaritas bukan hanya terkandung dalam Kitab Suci dan tradisi kristiani, namun juga sudah dimiliki dan dihidupi oleh masyarakat pada umumnya (termasuk Indonesia) sebagai salah satu nilai sosio-kultural.Â
Namun realitas dan tantangan dewasa ini menunjukkan bahwa semangat solidaritas itu mulai pudar atau kurang dihidupi oleh orang Kristen, maupun masyarakat Indonesia.Â
Melemahnya semangat solidaritas, bahkan nilai-nilai religius dan kultural pada umumnya, antara lain disebabkan oleh dampak buruk yang dibawa oleh modernitas dan kapitalisme global. Masyarakat cenderung menjadi egois, serakah, saling bersaing, tidak saling peduli dan merusak alam. Inilah tantangan bagi masyarakat untuk kembali menghidupkan semangat solidaritas.
 Cinta dan solidaritas Allah dalam diri Yesus itu adalah suatu tindakan kenosis (pengosongan diri), seperti yang diungkapkan dalam Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi, "......melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Fil 2: 7-8).Â
Semangat solidaritas Allah nampak dalam diri Yesus yang hadir dan terlibat dalam kehidupan manusia, bahkan mengidentikkan diri dengan mereka yang miskin, terlantar, tertindas, dan mencari orang berdosa dan menderita (Mat 8:1-17; Mat 11: 5; Mat 25:42-45, Luk 8: 40-56, dll).Â
Bahkan Yesus rela menderita dan wafat sebagai perwujudan cinta dan solidaritas-Nya yang total bagi keselamatan manusia. Solidaritas kasih itu menjadi rahmat penebusan (Mat 20: 28; Mrk 10: 45) atau kekuatan yang membebaskan (peristiwa kebangkitan) dari kuasa dosa dan maut. Maka pengalaman cinta dan solidaritas Allah lewat diri Yesus itu seharusnya mendorong orang Kristen untuk meneladani Yesus dalam mencintai Allah dan membangun relasi cinta serta solidaritas dengan sesama dan seluruh alam ciptaan.
Secara singkat solidaritas dalam spiritualitas Kristiani dapat terangkum dalam skema berikut ini: