Mohon tunggu...
Kristiadji Rahardjo
Kristiadji Rahardjo Mohon Tunggu... Dosen - manusia biasa yang mendamba cinta hadir di dunia; suka membaca, traveling, fotografi, main biola dan badminton

manusia biasa yang mendamba cinta hadir di dunia; suka membaca, traveling, fotografi, main biola dan badminton

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penyembuhan Psikososial dari Perspektif Spiritualitas Kristiani (2)

27 Juli 2018   14:15 Diperbarui: 27 Juli 2018   14:20 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Creation_of_Adam_Michelangelo.jpg (sumber: eu.wikipedia.org)

Harapan

Spiritualitas Kristiani bukan hanya berkaitan dengan iman, tapi juga mempunyai hubungan khusus dengan harapan (atau cita-cita, visi). Harapan adalah suatu sikap keterarahan ke masa depan, sekaligus mampu mengerakkan seluruh hidup seseorang untuk mencapainya. Dalam Katekismus Gereja Katolik, harapan dimengerti sebagai "kebajikan ilahi yang olehnya kita rindukan Kerajaan surga dan kehidupan abadi sebagai kebahagiaan kita ......". Menurut Tom Jacobs, pengharapan adalah "iman yang dinamis, iman yang menggerakkan hidup, transendensi ke depan" (Jacobs: 2002, 233). 

Dalam pandangan Jacobs, pengharapan tidak hanya dibatasi pada keterkaitannya dengan masa depan, tapi juga berkaitan dengan penghayatan iman dalam kehidupan sehari-hari dan mempunyai keterarahan kepada misteri ilahi. Pengharapan menjadi suatu keyakinan bahwa kerinduan akan misteri bukan suatu khayalan atau kesia-siaan belaka. 

Atas dasar wahyu Allah dan iman, pengharapan itu mendapatkan dasar dan artinya dalam hidup. Pengharapan menimbulkan keberanian, daya juang dan ketabahan serta membuat hidup menjadi dinamis. Tanpa pengharapan, seseorang akan mudah putus asa, takut melangkah, ketidakpastian dalam hidup dan dinamika hidup hilang atau "mati". Pengharapan inilah yang menumbuhkan rasa optimisme dan semangat untuk bangkit dalam diri para korban bencana alam dan sosial.

Dalam tradisi Kristiani, pengharapan itu bersifat tak terbatas, bahkan kematian sekalipun tak dapat membatasinya. "Allah telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan" (1Ptr 1:3). 

Harapan itu juga tetap tak terbatas meskipun harus diwujudkan dalam berbagai usaha dan kegiatan manusiawi yang terbatas. Untuk mencapai realisasi harapan (kepenuhan janji Allah, keselamatan, persatuan dengan Allah) orang Kristen harus berjuang membangun kehidupannya yang sekarang. Pergumulan hidup di tengah dunia, bagi orang Kristen, mendapatkan makna dan tujuannya pada pengharapan akan terpenuhinya janji Allah. Pengharapan itu merupakan kerinduan terdalam untuk "bersatu dengan Allah."

 Segala kemampuan dan daya upaya manusia akan sia-sia bila tidak diarahkan pada visi atau harapan akan masa depan (keselamatan) itu. Orang Kristen mengarahkan seluruh diri dan perjuangan hidupnya kepada Allah yang diimaninya. Allah diyakini akan tetap setia pada janji-Nya dan akan menemani dalam pergumulan hidup manusia. Orang Kristen mengimani "Allah beserta kita" (Dominus nobis cum). Dalam spiritualitas Kristiani, iman itu dihidupkan dan disempurnakan dalam pengharapan akan masa depan.

Kasih

Iman dan harapan itu mendapat wujud nyatanya dalam kasih. Kasih menjadi kebajikan utama yang menandai spiritualitas kristiani. Kasih menjadi perintah utama atau golden rule yang diberikan Yesus bagi orang Kristen. "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. 

Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (Mat 22: 3-39; Mrk 12: 30-31; Luk 10: 27). Perintah utama itu diperjelas lagi oleh St. Yohanes, "Jikalau seorang berkata, 'Aku mengasihi Allah', dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya" (1Yoh 4:20). Jelaslah bahwa kasih kepada Allah menjadi dasar atau titik tolak karena orang beriman telah menyerahkan hidupnya dan menggantungkan harapannya pada Allah. Kasih kepada Allah itu menuntut suatu komitmen total dalam hidup seorang kristiani.

Kasih kepada Allah itu harus diwujudnyatakan dalam kasih kepada sesama. Yesus menekankan bahwa ajaran atau perintah kasih kepada Allah sama atau sejajar dengan perintah kasih kepada sesama. Totalitas dalam mengasihi Allah menjadi sempurna dalam totalitas dalam mengasihi sesama. Dalam kasih kepada sesama, kasih kepada Allah menjadi nyata. Dengan demikian kasih menjadi utuh dalam dua dimensinya: horisontal dan vertikal. Hukum kasih itu terpenuhi bila orang Kristen dapat mengasihi Allah dan mengasihi sesama. "Barangsiapa mengasihi sesama manusia, ia sudah memenuhi hukum; kasih adalah kepenuhan hukum" (Rm 13:8.10).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun