Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Guru - Learning facilitator in SMA Sugar Group

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat dan bercita² menghasilkan karya buku solo melalui penerbit mayor. (Learning facilitator di Sugar Group Schools sejak 2009, SMA Lazuardi 2000-2008; Guru Penggerak Angkatan 5; Pembicara Kelas Kemerdekaan di Temu Pendidik Nusantara ke 9; Pemenang Terbaik Kategori Guru Inovatif SMA Tingkat Provinsi-Apresiasi GTK HGN 2023; Menulis Buku Antologi "Belajar Berkarya dan Berbagi"; Buku Antologi "Pelita Kegelapan"; Menulis di kolom Kompas.com; Juara II Lomba Opini Menyikapi Urbanisasi ke Jakarta Setelah Lebaran yang diselenggarakan Komunitas Kompasianer Jakarta)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Manja! Tantangan dan Peran Pendidikan dalam Membentuk Sikap Resilien ala Gen Z

16 Mei 2024   16:16 Diperbarui: 18 Mei 2024   23:33 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sikap resilien (sumber: beaconschoolsupport.co.uk)

Melansir dari psychology.binus.ac.id, Istilah resiliensi  dikenalkan  pertama kali  pada 1950-an oleh Blok dengan nama ego-resiliency (ER), yang diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal. Awalnya konsep itu diterapkan pada anak-anak dimana ia dikenal sebagai "invulnerability" atau "stress-resistance". ER dan resiliensi keduanya diperlakukan sebagai faktor protektif melawan kesulitan, keduanya berbeda dalam banyak hal (Farkas & Orosz, 2015). 

Di dunia yang terus berubah dengan cepat ini, kehidupan tidak pernah terlepas dari tantangan. Untuk berhasil menghadapi kompleksitas dan ketidakpastian masa depan, penting bagi para murid untuk dilengkapi dengan sikap yang tidak hanya memungkinkan mereka bertahan di tengah cobaan, tetapi juga tumbuh dan berkembang melalui pengalaman tersebut. Sikap yang mendasari kemampuan ini adalah ketangguhan (resilience). Ketangguhan tidak hanya mengacu pada kemampuan untuk mengatasi kesulitan, tetapi juga mencakup kemampuan untuk belajar dari kegagalan, beradaptasi dengan perubahan, dan tetap teguh dalam menghadapi tantangan. Bagi murid, ketangguhan adalah modal utama yang akan membantu mereka menghadapi berbagai rintangan dalam perjalanan pendidikan dan kehidupan mereka. Dalam konteks ini, pembentukan sikap resilien menjadi suatu hal yang tak terelakkan dan esensial dalam mendukung pertumbuhan holistik mereka.

Murid kita yang termasuk Generasi Z saat ini menghadapi tantangan yang unik dalam upaya mereka untuk menjadi tangguh. Terlebih lagi, mereka tumbuh dalam era digital yang bergerak cepat, di mana informasi berlimpah dan tekanan sosial seringkali intens.

Bagaimana Tantangan Murid Gen Z untuk Menjadi Resilien? 

Gen Z, meskipun dikenal karena ketangguhannya dalam menghadapi berbagai situasi, juga menghadapi tantangan tertentu dalam membangun ketahanan mental dan emosional. Beberapa tantangan khusus yang dihadapi oleh murid Gen Z dalam membangun ketangguhan adalah:

Tekanan Akademis yang Tinggi.

Murid Gen Z sering kali menghadapi tekanan akademis yang tinggi, baik dari sekolah maupun dari lingkungan sosialnya. Persaingan untuk meraih prestasi akademis yang tinggi dapat menciptakan stres dan kecemasan yang berlebihan.

Penggunaan Teknologi yang Berlebihan.


Gen Z tumbuh dalam era digital di mana teknologi seperti media sosial, permainan video, dan internet menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari mereka. Penggunaan teknologi yang berlebihan dapat menyebabkan isolasi sosial, kurangnya koneksi interpersonal yang dalam, dan gangguan konsentrasi.

Ketidakpastian Masa Depan.

Dalam lingkungan yang terus berubah dengan cepat, murid Gen Z sering kali menghadapi ketidakpastian tentang masa depan mereka, termasuk pendidikan, karir, dan stabilitas ekonomi. Ketidakpastian ini dapat menciptakan kecemasan dan ketidakamanan.

Tekanan dari Media Sosial.

Media sosial memberikan platform bagi murid Gen Z untuk berinteraksi, tetapi juga dapat menjadi sumber tekanan yang signifikan. Tuntutan untuk mempertahankan citra diri yang sempurna, pembandingan dengan orang lain, dan eksposur terhadap konten yang tidak sehat dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mental mereka.

Kurangnya Keterampilan Penanganan Stres dan Emosi.

Meskipun gen Z terbiasa dengan teknologi dan informasi, mereka mungkin kurang terlatih dalam keterampilan penanganan stres dan emosi yang sehat. Ini dapat membuat mereka rentan terhadap gangguan mental seperti kecemasan, depresi, dan gangguan makan.

Mengatasi tantangan ini membutuhkan pendekatan holistik yang melibatkan pendidikan, dukungan sosial, dan pembangunan keterampilan hidup. Sekolah dan komunitas dapat memberikan sumber daya dan layanan yang mendukung kesejahteraan mental murid Gen Z untuk mendukung pertumbuhan positif. Mendukung murid Gen Z dalam mengatasi tantangan ini akan membantu mereka membangun ketangguhan yang kuat dan siap menghadapi masa depan dengan percaya diri.

Bagaimana Peran Pendidikan dalam Membentuk Sikap Resilien ala Gen Z?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun