Mohon tunggu...
Kristanto Irawan Putra
Kristanto Irawan Putra Mohon Tunggu... Plastic Waste & Circular Economy Specialist

UNIKA Program Magister Lingkungan dan Perkotaan l SMA TN Angkatan XVIII l Direktur Bank Sampah Induk Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Banda di Maluku Tengah: Gugus Pulau penting yang terlupakan oleh Indonesia..

27 Juli 2025   00:12 Diperbarui: 31 Juli 2025   19:54 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan Gunung Api Lewerani dari Pulau Banda Neira, terabadikan dalam uang kertas nominal Rp 1.000,- (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Menyebut kata Banda, mungkin akan langsung terlintas di pikiran kita akan sebuah nama kota yang terletak di Pulau Sumatra, yakni Kota Banda Aceh. Namun, nama kota yang saya bahas dalam artikel ini tak lain dan tak bukan adalah nama sebuah kepulauan atau gugus pulau di Provinsi Maluku, tepatnya di Kabupaten Maluku Tengah. Banda di Maluku Tengah merupakan nama sebuah kecamatan, tetapi Orang Jawa seperti saya mungkin akan lebih mengenalnya dengan nama Banda Neira.

Jangan mati sebelum ke Banda Neira - Sutan Syahrir

Menyambung tulisan saya sebelumnya tentang keunikan Provinsi Maluku, Kecamatan Banda terdiri dari beberapa negeri/desa, dan pada tahun 2024 lalu ternyata mengalami pemekaran kecamatan lagi menjadi Kecamatan Banda dan Kecamatan Kepulauan Benda. Kecamatan Banda terdiri dari Pulau Banda Neira, Pulau Gunung Api, Pulau Ay, dan Pulau Rhun; sementara Kecamatan Kepulauan Benda terdiri dari Pulau Bandabesar dan pulau-pulau lain di sekitarnya, seperti Pulau Hatta dan Pulau Pisang. 

Jujur, pengetahuan sejarah yang saya miliki tentang Maluku hanyalah terkait Kerajaan Ternate - Tidore dengan VOC. saya merasa hampir tidak pernah mendapat pelajaran tentang sejarah gugus pulau Banda di bangku sekolah. Mendapat penugasan dari tempat kerja di Maluku Tengah, saya baru mempelajari lebih lanjut tentang potensi dan posisi strategis gugus pulau ini bagi Bangsa Eropa pada waktu itu. Gugus pulau Banda adalah gugus pulau rempah-rempah, di mana Pala menjadi komoditas utama yang diperdagangkan pada waktu itu. Saking berharganya komoditas Pala, khususnya yang ada di Pulau Rhun, Belanda dan Inggris sampai harus berseteru hingga dilakukannya pertemuan gencatan senjata yang menghasilkan Perjanjian Breda. Perjanjian ini berisi berita acara barter Pulau New Amsterdam (sekarang Pulau Manhattan, bagian Kota New York di Amerika Serikat) yang semula dikuasai Belanda, ditukar dengan Pulau Rhun, agar Belanda dapat menguasai perdagangan rempah di gugus pulau ini. Fakta ini sangat menakjubkan bukan? Saya malu karena saya juga baru mengetahuinya sebulan ini.

Sejarah Banda tak hanya sampai di situ. beberapa ratus tahun setelahnya, Gugus pulau Banda ternyata menjadi saksi sejarah anak bangsa Indonesia dalam perjuangan merebut kemerdekaan dari Belanda. Sutan Syahrir, Mohammad Hatta, dan dr. Cipto Mangunkusumo pernah diasingkan di sini. Rumah pengasingan Sutan Syahrir terletak sangat dekat dari Pelabuhan Banda di Negeri Nusantara; Rumah Moh Hatta terletak tidak jauh dari Benteng Belgica, masih di Negeri Nusantara; dan Rumah dr. Cipto terletak lebih jauh lagi - hampir di tengah-tengah pulau - karena secara administratif sudah masuk wilayah dari Negeri Dwiwarna. Tampak dari luar, kondisi rumah-rumah pengasingan ini sebagian besar masih dalam keadaan baik, dan merupakan bangunan bersejarah yang penting untuk diketahui Generasi Muda Indonesia. 

Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas - Mohammad Hatta

Ketika tulisan ini ditulis, saya baru tiba dua hari lalu di Pelabuhan Banda, menggunakan Kapal PELNI KM Labobar yang berlayar dari Ambon ke Tual, melalui Banda. Ada alasan mengapa saya menyebutkan kata "melalui Banda", alih-alih "ke Banda": Kapal PELNI KM Labobar pada waktu itu tidak bersandar lama di Pelabuhan Banda, tetapi hanya bersandar selama kurang dari 45 menit hanya untuk menurunkan penumpang.. Mungkin saja Banda dianggap tidak penting, tetapi menurut Orang Dobo, alasannya adalah KM Labobar ini sebelumnya sudah berlayar dari Jawa mengitari Perairan Maluku. Sehingga pada kesempatan kedua mengitari Maluku, kapal ini hanya singgah sebentar karena sudah tidak lagi membawa penumpang/barang dari Jawa.

Pada pagi hari keesokan harinya, saya diajak minum kopi di Warung Kopi Pelabuhan Penyeberangan Banda, yaitu Pelabuhan yang menghubungkan Pulau Banda Neira sebagai pulau utama dengan pulau-pulau lainnya di gugus pulau ini. Pagi itu kami langsung disuguhi pemikiran yang berat oleh sang pemilik warung, Bapak La Banauru,

SBY (Presiden SBY) menjabat sebagai Presiden selama 10 tahun. Jokowi (Presiden Joko Widodo) pun telah menjabat sebagai Presiden selama 10 tahun. Namun, kedua presiden itu belum pernah 1 menit pun meluangkan waktu untuk singgah di Banda..

Saya tercengang mendengar ucapan dari pemilik warung kopi ini. Saya belum benar-benar mengecek, tetapi fakta ini sepertinya tervalidasi dengan diterbitkannya artikel Mongabay pada tahun 2025, yang dapat dibaca selengkapnya melalui tautan berikut https://mongabay.co.id/2024/09/18/resolusi-banda-neira-satu-dekade-pemerintahan-jokowi-dan-presiden-baru/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun