Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perusak Warisan Budaya Jawa hingga Terlambat Sedikit Ditinggal

1 Februari 2021   05:25 Diperbarui: 1 Februari 2021   07:00 1619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raden Saleh/kiri dan Candi Simping atau Sumberjati/kanan (Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Benarkah Raden Saleh Perusak Warisan Budaya Jawa? Christopher Reinhart sebagai Sejarawan Bidang Kolonial memberikan tanggapan di Kompasiana atas artikel "Candi Simping di Blitar Rata dengan Tanah karena Ulah Pelukis Tersohor Raden Saleh" yang ditulis oleh Kompasianer Djulianto Susantio.

Pembahasan ini sungguh menarik dan patut dibaca untuk kita bersama sebagai menambah pemahaman akan sejarah dan budaya negri. Artikel tersebut memiliki keterbacaan tertinggi kemarin di Kompasiana. Selain itu, simak 5 daftar konten terpopuler berikut ini:

Raden Saleh: Perusak Warisan Budaya Jawa?

Pelukis Raden Saleh Syarif Bustaman dipotret saat berada di Jawa (Koleksi KITLV, No. 4117)
Pelukis Raden Saleh Syarif Bustaman dipotret saat berada di Jawa (Koleksi KITLV, No. 4117)
Sumber pokok untuk tudingan serius tersebut adalah sebuah postingan di situs Facebook milik seorang yang mengaku sebagai "sejarawan" bernama Ancah Yosi Cahyono. Mas Yosi mengaku mendapatkan "fakta-fakta" tersebut dari "buku harian (dagboek)" N. W. Hoepermans (1820-1880), yang ia gambarkan sebagai seorang "arkeolog Belanda". Ini adalah kata-katanya:

"Candi itu sebelumnya masih berdiri, hingga 4 April 1866 Raden Saleh datang ke sana dan meratakannya. Masih dari diary Hoepermans, Simping bukanlah candi pertama yang 'diratakan' oleh Raden Saleh."

Siapakah orang bernama Hoepermans yang berani menuduh pelopor seni rupa Indonesia modern tersebut telah melakukan vandalisme semacam itu? (Baca Selengkapnya) 

Tradisi "Water Salute", Ketika Pesawat Disambut dengan Semprotan Maut

Eksekusi sebuah water salute di landasan (aerotime.aero/Ivica Drusany)
Eksekusi sebuah water salute di landasan (aerotime.aero/Ivica Drusany)
Dalam dunia penerbangan, antara bandara dengan para pesawat juga ada ritual saling sambut (tanpa sambit), ada sebuah ekspresi kasih sayang ketika pertama kali berjumpa atau kala harus melepas kepergian sang burung besi dalam sebuah episode perpisahan alias mengucap salam terakhir.

Bukan dengan salaman, sun pipi kiri kanan, cium jidat, peluk erat dan lambaian tangan yang berat melainkan (hanya) dengan sebuah semburan air bernama water salute atau water cannon salute. 

Tidak ada yang tahu persis kapan tradisi ini dimulai, namun semua sepertinya berawal pada abad 19 dan abad 20 dari kebiasaan kapal-kapal laut yang berangkat pada pelayaran perdana... (Baca Selengkapnya)

Mungkin Eiger Harus Belajar dari Pak Tino Sidin, Maestro Dua Gunung yang Gak Baperan

Lukisan Pemandangan Legendaris, sumber gambar: rimbakita.com
Lukisan Pemandangan Legendaris, sumber gambar: rimbakita.com
Kini, hanya karena persoalan review saja semua dianggap salah, semua menjadi runyam. Nasi sudah menjadi bubur, sang gunung terasa hancur.

Yah, memang kita mesti banyak belajar...seperti Pak Tino Sidin yang selalu belajar untuk menghargai apapun itu sebuah karya sambil mengucapkan:

BAGUSSS....... (Baca selengkapnya)

Jangan Melahap Quotes Secara Berlebihan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun