Ujian Nasional seakan menjadi garis akhir yang tidak ingin dilalui setiap peserta didik. Ada ketakutan dan kecemasan manakala jelang pelaksanaannya.
Padahal, seperti yang kita tahu, Ujian Nasional sudah bukan lagi syarat kelulusan peserta didik, tetapi ditentukan oleh sekolah melalui rapat dewan guru atau pleno guru.
Namun, kini setelah beragam kajian dilakukan, akhirnya Ujian Nasional resmi dihapus. Kemudian pada Tahun Ajaran 2019-2020 menjadi pelaksanaan terakhir.
Sebagai penggantinya, mulai 2012, Ujian Nasional akan jadi asesmen kompetensi dan survei karakter. Di mana guru dan sekolah bisa lebih leluasa dalam menilai siswa didiknya.
Sebenarnya penghapusan tersebut sudah diinisiasi oleh Mendikbud sebelumnya Muhadjir Effendy, hanya saja rencana tersebut mendapat banyak penentangan dari sejumlah kalangan.
Akan tetapi ketika Ujian Nasional dihapus, tentu efeknya tidak hanya pada siswa yang mengikutinya.
Sebagai contoh, bagaimana nasib guru les privat atau bimbingan belajar yang selama ini, mungkin, dibuat guna membekali siswa menghadapi ujian? Apalagi, tidak sedikit guru-guru honorer memanfaatkan ini untuk biaya tambahan mereka.
Selain Ujian Nasional, kebijakan yang tak kalah berpolemik, sistem zonasi, ukut dihapus Mendikbud.
Kemudian, di jagat maya warganet yang mendukung kebijakan ini turut menuntut skripsi juga dihapuskan. Mereka secara langsung meminta ke Menristekdikti.
Bagaimana pandangan Kompasianer mengenai topik berikut? Silakan tulis opini/pendapatnya dengan menambahkan label UN Dihapus (menggunakan spasi) pada setiap artikel.
