JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) angka bicara soal tantangan Ekonom sekaligus anggota Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Uno, Drajad Wibodo.
Dalam pemberitaan Kompas.com sebelumya, Drajat menantang Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk buka-bukan soal asal dan pengunaan dana hibah yang melonjak pada 2018. Terlebih lonjakan dana hibah itu terjadi di tahun politik.
"Ini agar transparan sehingga tidak menimbulkan kecurigaan yang tidak perlu," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin (7/1/2019).
Nufransa mengungkapan lonjakan dana hibah 2018 memang ada kaitannya dengan agenda politik, namun bukan untuk kepentingan politik tertentu.
Baca juga: Timses Prabowo-Sandi Tantang Sri Mulyani Transparan soal Melonjaknya Dana Hibah
Pada 2018, penerimaan hibah melonjak hingga Rp 13,9 triliun, atau 1.161 persen dari target yang disepakati pemerintah dan DPR di APBN 2018 Rp 1,2 triliun.
Kemenkeu mengungkapan, hibah 2018 mayoritas berasal dari donor dalam negeri yaitu sebesar Rp 11,03 triliun sisanya berasal dari donor luar negeri sebesar Rp 2,96 triliun.
Sebagian besar donor dalam negeri berasal dari Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan Pilkada 2018. Sebagain lagi berasal dari badan usaha dalam negeri seperti Pertamina dan bank umum daerah untuk keperluan kementerian dan lembaga.
KPU menggunakan hibah terbanyak dengan nilai Rp 6,64 triliun, kemudian Polri dengan nilai Rp 2,18 triliun, dan Bawaslu senilai Rp1,04 triliun.
KPU menggunakan dana hibah untuk belanja barang, mulai dari pembelian kotak surat suara, tinta, honor petugas di TPS. Sedangkan Bawaslu untuk belanja barang dengan lebih banyak melakukan pengawasan di lapangan.
Baca juga: 7 Fakta APBN 2018, dari Hibah yang Meroket hingga Bengkaknya Subsidi