Memang semua punya hak untuk berpikir dan menentukan pendapat. Begitu juga yang menyangkalkan berbagi pendapat, mereka juga punya hak dalam mempersoalkan.
Tidak dipungkiri semenjak pulangnya Rizieq Shihab dari Arab Saudi, ada wacana berpikir baru dalam menyehatkan demokrasi Indonesia.
Sebab Rizieq Shihab sendiri dan organisasi di bawahnya yakni FPI mempunyai arah ideology yang jelas yakni pemikiran islam.
"Maka dari itu keberadaan Rizieq Shihab dan FPI bukan melulu ada pada massanya, tetapi juga ada pada isi pemikirannya, di mana mereka juga bergerak dengan ide-ide dalam gerakan politik islam".
Tetapi di indonesia adalah negeri demokrasi, ide apapun haruslah ditampung sebagaimana ide itu dicetuskan oleh siapapun warga Negaranya termasuk Rizieq Shihab.
Terlebih Rizieq Shihab merupakan tokoh nasional yang membawahi ratusan ribu anggota FPI di seluruh Indonesia, tentu pendapatnya sangat dihargai karena ada pengikutnya.
Namun apa yang dinamakan pemikiran. Laku atau tidaknya tawaran dari ide tersebut, masyarakat demokratis dapat memilih ide-ide apa yang relevan dibangun untuk keberlangsungan bangsa dan Negara.
Saya sebagai masyarakat Indonesia memang tidak mau menentang, tetapi mempersoalkan ide. Sebab "ide" itu hak setiap orang karena manusia mempunyai pemikiran.
Untuk itu saya sendiri sebagai pribadi tidak pernah menentang ide revolusi akhlak Rizieq Shihab. Tidak pula mau menyalahkan ide terbaru Rizieq Shihab yang ingin mengajak Negara menerapkan system "Tauhid" yang mengarah ke syareat islam.
Karena jika memang mayoritas masyarakat setuju dengan ide tersebut, mungkinkah dalam demokrasi dapat ditentang suara mayoritas?
Sebab suara mayoritas dalam demokrasi sendiri dapat menentukan arah kebijakan ideologi sebuah Negara, di mana dasar-dasar Negara itu akan diterapkan.