Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politikus, Uang dan Pemilu 2019

20 April 2019   18:49 Diperbarui: 25 April 2019   22:19 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi diambil dari kabarpali.com/politik uang

Pemilihan umum menciptakan dilema baru, bukan hanya waktu pelaksanaannya yang kini menguras banyak waktu. Tetapi faktor keselamatan para pegawai TPS juga perlu untuk di perhatikan. Bukan apa, menurut bergabagi sumber diperkirakan belasan pegawai TPS meninggal karena kelelahan dalam proses penghitungan suara.

Terlalu banyak surat suara yang dihitung membuat waktu yang dibutuhakan menjadi lama. Pada saat penghitungan suara berlangsung, TPS di lingkungan  tempat tinggal saya selsai sekitar dini hari. Tentu membuat efisiensi tersendiri dalam hal pembiyaan jika pemilu secara langsung dan serentak. Tetapi sangat tidak elok jika ditempuh dengan menggadaikan nyawa dari para petugas TPS. 

Menjadi tanggung jawab KPU untuk mengevalusai bagaimana jalannya pemilu yang akan datang. Saya mengira tidak ada masalah jika pemilu dilakukan selama dua hari. Karena pemilu dalam dua  hari memungkinkan mengurangi resiko kelelahan bagi petugas TPS. Juga memungkinkan para buruh urban untuk pulang dan mencoblos dikarenakan waktu libur yang tidak terlalu sempit jika dua hari.

Saya anggap pemilu kali ini berjalan lancar, tidak ada keributan berarti, walaupun dimedia sosial banyak terjadi polemik. Tentu polemik itu dibuat para elit politik yang kurang puas dengan hasil perhitungan cepat versi lembaga survay. Secara keseluruhan memang, saling mengakui sebagai pemenang pemilu sudah biasa terjadi. Apa lagi narasi mengakui sebelum putusan KPU di sahkan juga terjadi pada pemilu masa lalu.

Ya, saya mengira, biaya yang banyak dikeluarkan oleh paslon baik pilpres atau pileg membuat mereka harus menghibur dirinya sendiri supaya tidak stres begitu jauh. Membangun harapan untuk menang sah saja jika itu solusi tidak menjadi stres pasca pemilu. Sangat disayangkan jika elit stres melibatkan banyak pendukungnya untuk demo dan membuat kekacauan hidup bersama. Itulah hal yang saya tidak mau terjadi di negri ini masyarakat dipolitisir oleh politisi.

Saya mengira sudah resiko dalam semesta politik itu sendiri. Kalah dan menang sudah menjadi bagian dari politik dan demokrasi. Saya menyarankan pada manusia yang akan terjun dalam dunia politik. Jika tidak siap untuk kalah jangan pernah masuk dunia politik. Sebab narasi akan akal sehat yang didengungkan menjelang pemilu 2019 pun tidak ada artinya. 

Dimanakah akal sehat itu disimpan ketika KPU belum mengumumkan secara resmi dan sah, sudah saling mengakui kemenangan antara pendukung satu dengan pendukung lainnya? Anehnya bukan hanya pendukungnya, elit politik-pun menciptakan narasi ini. Saya-pun penasaran apa maksud dari semua itu, secara prematur saling mengakui kemenangan? Apa mungkin strategi ini sebagai dalih memobilisasi pendukung agar ia mau berdemo nanti di mahkamah konstitusi? Demokrasi indonesia semakin unik saja "jelas berbeda", memang berbeda.

Terus terang saya memang golput dalam pemuli kali ini. Tentu disebabkan oleh berbagai pertimbangan. Tetapi salah satu pertimbangan adalah ongkos untuk pulang ke kampung halaman. Tanggung ketika kamis harus berangkat kerja dan rabu hari pemilihannya. Juga karena saya tidak mau ribet mengurusi ini dan itu untuk pindah tempat pemilihan. Bukan karena tidak cinta negara melalui keputusan politik, tapi saya bukan orang yang memaksa untuk cinta terhadap negara karena politik.  

Saya lebih peduli diri sendiri terlebih dahulu dari pada sok ngurusi politik yang menguntungkan para politikus dan kita sendiri buntung harus keluar dana bolak-balik hanya karena dasar mecoblos dalam pemilu. Saya mengakui belum se-loyal itu terhadap politikus. Perkara cinta pada negara, banyak bentuknya termasuk karya-karya yang bisa kita produksi untuk kemaslahatan hidup bersama berbangsa dan bernegara.

Ada cerita menarik ketika saya pulang ke kampung halaman pasca pemilu. Dari dasar akar rumput, pilpres tidaklah sehebat narasi di media sosial. Justru narasi pileg sangat dominan menjadi perbincangan akar rumput masyarakat di desa. Mengapa pilpres tidak sehebat narasi pileg di desa? Tentu yang mendasari adalah politik uang itu sendiri. Kita tahu ruang lingkup yang besar membuat pilpres dari beberapa pelaksanaannya hampir nihil politik uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun