Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Demokrasi Mustahil Tanpa Hoaks?

17 April 2019   13:34 Diperbarui: 21 April 2019   22:27 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi keributan karena hoaks. (sumber: thinkstock)

"Semboyan demokrasi menjadi hoax terbesar dalam sejarah "dari rakyat dan untuk rakyat", padahal dalam implementasinya demokrasi yang terjadi sebenarnya dari penguasa untuk penguasa" 

Menjalani hidup seperti "demokratis" mungkin kebetulan yang berdasar, ada kau, ada dia dan ada mereka. Untuk memahaminya dibutuhkan pengetahuan dan kesadaran baru tentang memberi dan menerima sebagai warga negara. 

Inilah bentuk perasaan yang harus dibayar untuk memenuhi tindakan-tindakan sebagai warga Negara demokratis. Di mana kata berpihak pada yang lemah itu tentu sangat dibutuhkan oleh hidup sebagai bangsa dan Negara itu sendiri.

Pada dasarnya negara demokratis harus menciptakan itu, keberagaman dalam kemajemukan preferensi dari warga Negara. Tepatnya berpihak pada yang lemah dan menyadarkan yang kuat agar tidak semena-mena dalam menjalani hidup bersama. Tetapi di banyak negara, katakanlah "Eropa" sekalipun yang kita anggap sebagai model peradaban maju di dunia saat ini. Disana masih banyak terjadi kasus rasialisme antara kulit hitam dan putih. Juga bagaimana identitas sangat berperan penting dalam kemenangan Donal Trump pada pemilihan Presiden Amerika Serikat.

Jika realita ini dari suatu "takdir" sebagai demokratis, saya menyimpulkan bahwa takdir adalah suatu kebetulan yang berdasar dari apa yang ingin kita wujudkan. 

Ada mulanya, jika kekuasaan adalah barang yang diperebutkan, praktis segala upaya menang untuk berkuasa, apapun cara akan dilakukan, bukankah menjadi wajar ketika politik memecah belah kita sebagai warga negara? Bahkan peperangan yang pernah  terjadi dan sedang terjadi saat ini karena kekuasan politik? 

Saya menganggap sejarah peradaban manusia merupakan sejarah pertentangan. Ketika mereka pernah kalah, berharap untuk menang, jika mereka pemenang, mereka tidak akan mungkin mau kalah. Itulah bagaimana kehendak akan kuasa manusia berbicara. Kehendak kuasa menjadi sangat mungkin, bahkan pada ideologi demokrasi itu sendiri yang selama ini masyarakat dunia agung-kan. Tetapi?

Bukan tanpa sejarah panjang Bangsa dan Negara kita menuju dan menapaki jalan sebagai masyarakat demokratis. Indonesia yang notabane-nya adalah Negara muda pada saat itu "pasca kemerdekaan" mencari cara bagaimana menjadi bangsa yang demokratis. Kita bisa mengerti, pada sila ke empat dari dasar negara kita "Pancasila" yaitu demokrasi.

Tetapi penafsiran akan demokrasi yang terkandung dalam Pancasila mengalami interpretasi berbeda-beda dari penguasa. Tentu interpretasi bentuk demokrasi tergantung pada siapa dan punya kepentingan apa dalam berkuasa. Pendek kata "demokrasi adalah milik yang berkuasa".

Perjalanan demokrasi milik kekuasaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun