Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Bilang Anakku, "Ayah Pasti Menyesal, Jika Tak Mengenal Tzuyu!"

7 Juni 2021   22:29 Diperbarui: 7 Juni 2021   23:03 590 34
"Grup BTS bubar, Nakdis!"
"Ayah bohong, kan?"
"Iya!"


Satu pukulan, sukses mendarat di bahuku. Anak gadisku mulai beranjak remaja, dan mengaku sebagai Kpopers sejak lama. Entah kapan bermula, yang aku tahu, Jeon Jung Kook adalah idolanya.

Bukti pengakuan itu? Tersedotnya nyaris setengah kapasitas memori di laptopku. Berbentuk satu folder berukuran besar, dengan tulisan "All about BTS"

Plus anak-anakan folder, yang mencantumkan masing-masing nama anggota grup BTS, berisi kumpulan foto dan video. Khusus Jung Kook, diberi judul "My Idol".

Selain itu, kubaca, ada juga nama-nama lain. Semisal grup Twice, Black Pink, dan Red Velvet.

Bagaimana tanggapanku? Hingga hari ini, Aku masih belajar memahami perasaan dan keadaan yang dialami anakku itu.  

Situasi yang dihadapi anakku saat ini, walau tak persis sama, kuanggap mirip kondisi masa remajaku dulu. Sebagai orangtua, aku juga pernah menjalani sebuah era yang kusebut Masa Remaja Tanggung (Mareta).

Aku cerita, ya...

Mengenang Sebuah Era, di Masa Remaja Tangggung

Masih ada yang ingat Breakdance (tarian patah-patah)?

Dulu, saat demam breakdance. Di pinggir jalan atau di lapangan, khususnya hari minggu, akan ada sekumpulan anak muda, berbekal suara musik dari tip yang masih menggunakan kaset pita. Aku tentu saja ikutan!

Bergantian atau bersamaan, unjuk kebolehan melakukan tarian yang mengandalkan kelenturan tubuh itu. Mulai dari kelenturan kaki mirip walk moon-nya Michael Jackson, kelenturan tangan bak artis pantomim, hingga tarian perut plus pelintiran kepala.

Ada juga pertunjukan paket lengkap! Semisal gaya kura-kura terbalik, cacing kepanasan, atau jalan kepiting. Pokoke, masa itu, siapa yang bisa breakdance, keren!

Sependekamatanku. Beberapa gerak tarian grup band idola anakku itu, juga menggunakan dasar-dasar gerakan breakdance. Atau aku keliru, ya?

Gegara Lupus, Rambut pun Berjambul

Saat ada film Lupus, setelah booming buku serialnya. Maka, tiada hari tanpa mengunyah permen karet. Anggaran jajan diatur dengan cermat, agar bisa membeli permen karet.

Aku butuh sekian minggu, berlatih membuat gelembung karet. Dengan derita lidah, bibir, dan rahang yang sukar dijelaskan. Tujuannya? Hanya untuk pamer kepada teman, jika aku pun bisa seperti mereka.

Tak hanya itu. Potongan rambut juga ditata sedemikian rupa. Rambut disisir berjambul, tak lupa diolesi putih telur. Kenapa putih telur? Ilmu anak-anak di kampungku masa itu, biar bentuk jambulnya stabil dari gangguan angin.

Tak jarang, urusan rambut yang lebih panjang di atas ubun-ubun itu menjadi masalah. Walau sudah disembunyikan rapi di balik topi, atau diolesi minyak rambut atau putih telur, tetap saja ketahuan, dan menjadi sasaran gunting saat guru razia sebelum upacara.

Pernah ada temanku yang nekad melawan, ujung-ujungnya malah lebih parah. Aku termasuk kaum pasrah. Namun, dalam hati tetap saja berucap, "teganya, teganya, teganya!"

Keriuhan dan kelucuan akan hadir, ketika semua rebutan menganggap dirinya sebagai
Lupus. Susah mendapatkan teman yang mau dibujuk dan ikhlas berperan sebagai Boim atau Gusur.

Aku tak bisa nulis alasannya, nanti dianggap body shaming. Jadi, karakter tokoh pada serial Lupus, sila seluncur di Mbah Gugel, ya?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun