Mohon tunggu...
KOMENTAR
Hobby Pilihan

Menulis dan Berkomunitas, di antara Dua Ruang

27 April 2025   00:29 Diperbarui: 27 April 2025   00:29 108 3
Menulis dan berkomunitas menjadi dua hal yang cukup dekat dengan saya, khususnya sejak jadi "tukang nulis" tahun 2016, atau hampir sedekade terakhir. Ada banyak hal yang didapat, mulai dari pengalaman, relasi sampai materi, lengkap dengan berbagai naik-turun di dalamnya.

Salah satu naik-turun yang cukup terasa ada pada perbedaan, kalau tidak boleh dibilang ketimpangan, ada pada perbedaan antara berkomunitas di "pusat" (dan sekitarnya) dengan "daerah".

Sebagai orang yang mulai "nulis" di tingkat daerah, khususnya Yogyakarta, saya ingat betul, seberapa sulit mendapat kesempatan terhubung dengan komunitas di tingkat daerah. Semuanya dimulai nyaris sendirian.

Sebagai contoh, pada tahun-tahun awal di Kompasiana, saya hanya dikenali dari tulisan, tapi tak pernah benar-benar mendapat kesempatan ikut acara komunitas, bahkan setelah mendapat centang biru versi "jadul" yang kriterianya lebih rumit dari versi kekinian.

Kesempatan awal "terhubung" itu justru baru datang, setelah mulai masuk tahun ketiga ber-Kompasiana, tepatnya pada tahun 2019 silam. Berawal dari satu kesempatan kerja di Jakarta, saya bisa langsung terhubung di "pusat".

Kesempatan pertama (dan masih satu-satunya) berkunjung ke kantor Kompasiana dan ikut Kompasianival juga datang di momen ini. Andai tidak mendapat satu kesempatan kerja itu, mungkin saya tidak akan pernah mendapat kesempatan terhubung di Kompasiana, dan beragam komunitas di dalamnya.

Berkat ini juga, saat kembali ke Yogyakarta di masa pandemi, kesempatan terhubung dengan komunitas di tingkat daerah jadi lebih terbuka. Masalahnya perbedaan yang saya temui di sini cukup terasa.

Di Jakarta dan sekitarnya, aktif di satu wadah komunitas sudah cukup untuk menjangkau lebih banyak komunitas dan pengalaman. Satu titik awal, dengan jangkauan luas.

Tapi, di tingkat daerah, situasinya kadang terbalik. Perlu aktif di beragam komunitas, dengan tingkat keaktifan yang juga beragam, untuk menjangkau banyak titik. Benar-benar seperti sambilan di sana-sini, demi mengejar kesempatan yang tidak sebanyak di "pusat".

Dengan kata lain, loyalitas pada satu wadah hanya memungkinkan di "pusat". Jujur saja, gap ini kadang membuat saya merasa "ngilu", akibat rasa "kehilangan" cukup besar.

Andai ada kesempatan lain kembali ke sana, saya akan menyambutnya dengan senang hati, karena ada ruang untuk lebih fokus.

Di sisi lain, gap ini juga menghadirkan lebih banyak ruang untuk aktif, yang pada saat bersamaan membawa efek samping cukup menguras tenaga. Apa boleh buat, frekuensi menulis pun jadi ikut kacau.

Terlepas dari berbagai situasi naik-turun dan gap perbedaan yang ada, mungkin ini memang bagian dari proses perjalanan berikutnya sebagai "tukang nulis". Tidak mudah, tidak nyaman, tapi semoga bisa dijalani sampai tuntas.

Soal gap perbedaan yang ada antara "pusat" dan "daerah", semoga gap ini boleh semakin hilang, karena Indonesia  terbentang dari Sabang sampai Merauke,  belum termasuk komunitas diaspora Indonesia di mancanegara. Jadi, Indonesia jelas bukan hanya "Jakarta dan sekitarnya".

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun