Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bola Pilihan

Sebuah Contoh dari Anfield

17 Desember 2021   06:37 Diperbarui: 17 Desember 2021   13:57 196 5
Dalam beberapa hari terakhir, pembicaraan soal strategi sepak bola defensif sedang mengemuka, seiring keberhasilan Indonesia membendung dominasi Vietnam dengan skor kacamata di ajang Piala AFF 2020.

Banyak perbandingan dan analisis, yang membandingkan hasil imbang tanpa gol ini, misalnya dengan strategi Shin Tae-yong saat membawa Korea Selatan mengalahkan Jerman 2-0 di Piala Dunia 2018. Tapi, pertandingan antara Liverpool versus Newcastle United, Jumat (17/12, dinihari WIB) bisa menjadi contoh aktual.

Bukan hanya itu, partai pekan ke 17 Liga Inggris ini merupakan contoh paket lengkap. Saya sebut demikian, karena partai ini menyajikan, bagaimana seharusnya strategi sebuah tim saat bertahan, lengkap dengan kontra strategi dari tim yang memegang kendali permainan.

Untuk strategi bertahan, Newcastle menjadi representasinya. Menghadapi Liverpool di Anfield, klub kaya baru itu dipaksa bertahan sangat dalam, dengan hanya memegang 26 persen penguasaan bola.

Praktis, tim asuhan Eddie Howe itu hanya bisa sesekali bergerilya lewat serangan balik cepat. Strategi ini menjadi efektif, karena mereka punya Allan Saint-Maximin di lini depan.

Awalnya, strategi ini berhasil, karena kecepatan penyerang asal Prancis ini bisa membuat pertahanan Liverpool kocar-kacir di menit awal. Gol cepat The Magpies, lewat tendangan jarak jauh Jonjo Shelvey di menit ketujuh juga berawal dari pergerakan individu Saint-Maximin.

Liverpool sendiri dibuat terkejut, karena mereka sebenarnya sudah memegang kendali permainan sejak kick off. Tapi, mereka mampu bereaksi dengan baik. Dominasi mereka lalu balik menekan The Toon Army habis-habisan.

Gol pun seperti tinggal menunggu waktu, karena The Kop, dengan Thiago Alcantara sebagai playmaker, mampu menampilkan variasi skema yang beragam. Mulai dari umpan satu-dua, umpan terobosan, umpan silang, pressing ketat, sampai tembakan, semuanya benar-benar membuat Jamal Lascelles dkk harus bertahan sangat dalam.

Tapi, benteng pertahanan Newcastle akhirnya jebol juga, setelah Diogo Jota menyamakan skor di menit ke 21. Penyerang Portugal ini mencetak gol, memanfaatkan bola muntah, setelah sundulannya, memanfaatkan umpan silang Andrew Robertson, sempat ditepis kiper Martin Dubravka.

Situasi ini membuat klub masa muda Andy Carroll jadi limbung. Mereka memang sempat merespon, saat Saint-Maximin membuat peluang yang diamankan Alisson.

Sayangnya, momen ini jadi satu titik balik, karena tak lama kemudian mereka kembali kebobolan. Berawal dari salah umpan Jonjo Shelvey karena pressing ketat Sadio Mane, pemain Timnas Senegal itu lalu menembak ke gawang Newcastle.

Oke, peluang ini mampu ditepis Dubravka, tapi bola liar langsung diceploskan Mohamed Salah yang berdiri bebas. Gol di menit ke 26 ini membuat situasi benar-benar dalam kendali Si Merah.

Selebihnya, tim asuhan Juergen Klopp berkali-kali menggedor pertahanan Newcastle. Total, Jordan Henderson dkk membuat total 23 tembakan. Jumlah ini cukup jomplang, karena tim tamu hanya mampu membuat total 4 tembakan.

Secara umum, Newcastle memang mampu bertahan dengan baik, tapi perlawanan mereka praktis tamat, setelah Saint-Maximin harus ditarik karena cedera otot di menit ke 80. Tanpa kecepatan pemain berusia 24 tahun ini, strategi serangan balik cepat jadi tak berjalan dengan baik.

Sebaliknya, Liverpool yang pada saat bersamaan melakukan rotasi, dengan memasukkan Naby Keita, Roberto Firmino, dan James Milner, menggantikan Thiago Alcantara, Alex Oxlade-Chamberlain, dan Mohamed Salah, justru mampu mengunci kemenangan di menit akhir.

Berawal dari umpan Firmino, Trent Alexander-Arnold akhirnya mampu mencetak gol ketiga, setelah tendangan jarak jauhnya tak kuasa dibendung Dubravka.

Kemenangan 3-1 atas Newcastle United ini membuat Liverpool menempel ketat Manchester City di puncak klasemen sementara Liga Inggris, sementara Newcastle masih ada di zona merah.

Di sisi lain, pertandingan ini menjadi contoh bagus, tentang bagaimana seharusnya pendekatan sebuah tim yang bertahan atas sebuah tim yang lebih baik. Mereka tak hanya mengincar clean-sheet, tapi berusaha juga mencetak gol.

Sebaliknya, kemenangan The Kop di Anfield kali ini menunjukkan, bagaimana seharusnya pendekatan sebuah tim yang memegang kendali permainan. Meski unggul secara statistik, mereka harus kreatif dan tetap tenang, bahkan saat sedang kecolongan sekalipun.

Bagi tim yang bertahan, mencetak sebuah gol akan jadi bonus, tapi sekali kebobolan, semuanya bisa langsung berantakan. Sementara itu, bagi tim yang memegang kendali permainan, sebuah gol akan menjadi "mood booster" ampuh, yang bisa mendatangkan gol-gol lainnya, sepanjang mereka mampu bermain efektif.

Pertahanan tanpa kebobolan memang sebuah kesuksesan, tapi serangan tanpa gol adalah satu kegagalan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun