Tak kurang lima orang meregang nyawa, sedang puluhan orang lainnya mengalami luka bakar serius. Boleh jadi, korban tewas akan terus bertambah. Inilah tragedi paling memilukan sepanjang tahun 2013. Untuk mengungkap penyebab kecelakaan, banyak saksi hidup yang bisa dimintai keterangan, termasuk sopir dan kernet truk BBM yang berhasil selamat karena meloncat sebelum tabrakan.
Berdasar keterangan sejumlah saksi, kuat dugaan pengemudi truk nekat menerobos pintu perlintasan, meski saksi lain mengatakan palang pintu tidak berfungsi optimal, melainkan hanya ada bunyi sirine tanda kereta akan lewat. Karena itu, Dirut PT KAI Ignatius Jonan geram dan akan menuntut pihak Pertamina karena truknya telah mengakibatkan orang lain celaka. PT KAI juga telah menyiapkan sejumlah tuntutan ganti rugi atas peristiwa tabrakan maut tersebut.
Diduga, pengemudi truk bukan saja melanggar UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, melainkan juga melanggar KUHP karena akibat kelalaiannya telah mengakibatkan orang lain meninggal dan lukaluka. Memang, gugatan maupun tuntutan hukum tak bisa memulihkan keadaan, korban telanjur berjatuhan. Namun begitu, kita melihat tuntutan hukum lebih dimaknai sebagai upaya pembelajaran agar pengemudi berhati-hati dan harus selalu mengutamakan keselamatan orang lain.
Tuntutan tak berhenti sampai disitu, karena masih ada tuntutan secara perdata dan ganti kerugian yang ditujukan kepada manajemen Pertamina. Konkretnya, Pertamina bisa dimintai pertanggungjawaban hukum karena telah mempekerjakan
pengemudi truk pengangkut BBM yang ‘ugal-ugalan’ hingga mengakibatkan kecelakaan maut. Mestinya, sebagai perusahaan bonafide, Pertamina harus punya mekanisme untuk mengontrol kelayakan pengemudi truk BBM agar tidak membahayakan orang lain.