Gunung selalu ditulis sebagai laki-laki. Kokoh, gagah, menjulang, menatap langit dengan dada yang tak pernah runtuh. Tetapi siapa yang mengingat bahwa di puncaknya ada kawah, rongga dalam, berapi, menganga seperti rahim yang terus hidup? Siapa yang mau mengakui bahwa gunung juga perempuan: tanahnya retak, tubuhnya melahirkan sungai, kawahnya menyimpan api dan kehidupan sekaligus?
KEMBALI KE ARTIKEL