Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Arab Spring dan Dampaknya terhadap Kesetaraan Gender Wanita di Mesir

22 Juni 2021   15:04 Diperbarui: 22 Juni 2021   15:34 690 0
Globalisasi dan perkembangan teknologi menjadi sarana para wanita yang terbuka pemikirannya untuk mencurahkan seluruh isi hati dan perlakuan yang cenderung tergenderisasi terhadapnya kedalam ranah publik. Gerakan sosial saat ini cenderung lahir dari penderitaan wanita-wanita yang menjadi korban dari kaum tradisionalis yang masih terperangkap oleh konstruksi masyarakat mengenai sosok “Pria” .  Kajian gender dalam dunia studi Hubungan Internasional hadir untuk mengubah konstruksi masyarakat tentang bagaimana sosok “laki-laki” selalu menjadi yang paling dominan, di nomor satukan dan di agung-agung kan dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat. Adanya konstruksi masyarakat yang terbentuk tersebut menjadikannya terus berkembang dan turun temurun dari waktu ke waktu. Hal tersebut sangat merugikan kaum wanita karena konstruksi masyarakat selalu menjadikan wanita tidak kuat. Terlebih lagi, ketika sang wanita hidup dalam lingkup masyarakat yang cenderung tradisionalis. Wanita yang hidup dalam lingkup masyarakat tradisionalis akan kesulitan untuk memberontak dan menyuarakan ketidaksetaraan gender yang dialami olehnya. Arab Spring merupakan salah satu revolusi terbesar yang terjadi di beberapa negara mayoritas muslim di sekitaran Arab. Arab Spring sendiri adalah sebuah gerakan sosial untuk menggulingkan Presiden Mesir yang telah menjabat selama 30 tahun hingga saat itu, Hosni Mubarak. Keditaksetaraan gender yang terjadi di negara-negara Arab sangatlah kental. Bukan menjadi rahasia lagi jika negara-negara arab yang mayoritas muslim masyarakatnya cenderung pro patriarki. Para wanita disana cenderung menghabiskan waktunya setiap hari di dalam rumah sedangkan kaum pria menghabiskan waktunya setiap hari di luar rumah entah itu untuk bekerja ataupun hanya sekedar untuk bermain-main. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun