Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bahasa

Makna Semiotika "Ya Ayyuhalladzina Amanu" dalam Surat Al Baqoroh 183

27 Juni 2014   20:36 Diperbarui: 15 Oktober 2020   13:36 26311 0

“Hai orang-orang yang beriman", atau ya ayyuhalladzina amanu merupakan penggalan dari ayat suci Al-Quran surat Al-Baqorah 183 yang biasanya dijadikan acuan bagi umat Islam menjalankan perintah shaum di bulan suci Ramadhan.

Kesempatan kali ini kita akan melakukan analisis mengenai penggalan dari surat Al-Baqorah 183 yang menggunakan pendekatan semiotika, yang mengkhususkan pada analisis teks sebagai acuan. 

Dalam ilmu sosial semiotika adalah secara ringkas adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda dan dipakai saat menganalisa teks. Bukan hal yang baru jika di dalam teks terdapat makna yang lebih dalam (konotasi) jika ditelaah secara mendalam.

Tentunya akan sangat membantu jika kajian semiotika menjadi acuan untuk masuk dam menelaah tiap-tiap isi dalam Al-Quran, sehingga pemahaman mendalam/konotasi dari tiap-tiap ayat dapat tersampaikan. Bukan hanya sekedar menjadikan Al-Quran menjadi teks kaku yang dimaknai secara denotatif semata.

Maka yang pertama  ialah bahwa, subjek/pelaku yang diperintahkan "Orang-orang yang beriman/ya ayyuhalladzina amanu”. Kenapa tidak ”hai manusia/ya ayyu hannas atau ya bani adam/wahai anak cucu adam, ataupun ya ayyuhal muslimun-hai orang-orang muslim”. Ini artinya, perintah pelaku puasa “hanya” ditunjukan dan bisa dilakukan oleh orang-orang yang beriman (amanu) saja, artinya perintah ini khusus dan spesifik. 

Pertanyaannya sekarang siapakah “orang-orang beriman” itu ? apakah kita termasuk orang-orang beriman, cara mengetauinya mudah, dalam surat Al-Anfal, 2-4, Allah memberikan “rambu-rambu” dua indikator orang disebut orang beriman:

Pertama, Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. Pertannyaannya apakah hati kita bergetar saat mendengar ayat2 Allah?, atau kah biasa-biasa saja, atau tidak pengaruh apa-apa, tentu hanya hati kita yang bisa menjawabnya.

Kedua, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Apakah kita sudah menjadikan shalat sebagai kebutuhan penting (mendirikan), tidak lagi sebagai kewajiban semata, ataukah shalat kita masih belang-belang? Atau tidak punya rasa apa-apa ketika kita meninggalkan shalat? Apakah setiap hari kita menafkahkan rejeki (materi atau tenaga) kepada orang lain? Semunya hanya hati kita yang paling dalam yang bisa menjawabnya.

Dari premis 1 dan 2, kesimpulan Allah, Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun