Mohon tunggu...
KOMENTAR
Book Pilihan

Demokrasi pun Bisa Mati

6 Agustus 2023   13:21 Diperbarui: 6 Agustus 2023   13:25 345 6

Beberapa tindakan - dari penguasa maupun rakyat - dapat menjadi penyebab matinya demokrasi. Di buku ini, beberapa tindakan tersebut dijelaskan.

Data buku
Judul: Bagaimana Demokrasi Mati (How Democracies Die)
Penulis: Steven Levitsky & Daniel Ziblatt
Penerbit: Gramedia
Tahun terbit: 2019
Tebal: 272 + xv

Tagline 'Bestseller International' menjadi penambah semangat saya untuk membaca buku ini. Walaupun tanpanya saya akan tetap membaca buku ini, Karena akhir-akhir ini sedang tertarik masalah politik. Maklum, mendekati hajatan demokrasi lima tahunan yang tinggal lima bulan lagi.

Kalimat "Bagaimana Demokrasi Mati" adalah kalimat yang mengundang pertanyaan yang membaca, 'Betulkah demokrasi bisa mati?'

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kedua penulis memaparkan kasus-kasus matinya demokrasi yang terjadi di beberapa negara.

Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt membahas secara mendalam tentang bahaya yang mengancam fondasi demokrasi, serta faktor-faktor yang berkontribusi terhadap matinya demokrasi dan bagaimana demokrasi bisa mati perlahan-lahan.

Selama ini kita mungkin menganggap hanya militer - dengan kekuatan senjatanya - yang dapat menghancurkan (mematikan) demokrasi. Faktanya memang aksi  'membunuh demokrasi' yang dilakukan militer ini terjadi di beberapa negara. Demokrasi di Argentina, Brazil, Ghana, Guatemala, Nigeria, Pakistan, Peru, Republik Dominika, Thailand, Turki, Uruguay, dan Yunani mati dengan cara ini.

Yang baru-baru ini terjadi, di Mesir. Pada 2013 Presiden Muhammad Mursi yang menang melalui Pemilu yang demokratis, digulingkan melalui kekuatan militer. Begitupun yang terjadi pada Perdana Menteri Yingluck Shinawatra pada 2014 di Thailand.

Sehingga kedua penulis tidak menyalahkan anggapan sebagian orang tersebut. Dan buku ini mengoreksi anggapan itu. Menurut penelitian kedua penulis buku ini, bukan hanya militer yang dapat menghancurkan demokrasi, tetapi juga pemimpin terpilih, presiden atau perdana menteri.

Di bab 4, Menumbangkan Demokrasi, kedua penulis memaparkan bagaimana demokrasi di Peru hancur oleh presidennya, Alberto Fujimori. Padahal Fujimori - saat pemilihan presiden - merupakan tokoh yang diidolakan rakyat, yang sudah muak dengan rezim yang berkuasa dan kalangan elitnya. (h 55)

Kemenangan Fujimori, seorang rektor keturunan Jepang, yang mengalahkan tokoh populis Vargas Llosa, peraih hadiah Nobel, mengingatkan saya akan film Our Brand is Crisis.

Bukan hanya di Peru. Bab 4 ini pun memaparkan kejadian serupa terjadi di Argentina dan di Venezuela. Menurut saya, inti dari buku ini memang ada di bab 4.

"Bagaimana pemimpin otoriter terpilih merusak lembaga-lembaga yang seharusnya membatasi dia? Beberapa melakukannya sekali pukul. Namun lebih sering serangan terhadap demokrasi dimulai dengan perlahan." Demikian di antara isi bab 4.

Melalui buku ini, Levitsky dan Ziblatt, ingin menegaskan pentingnya norma-norma dan institusi dalam menjaga keberlanjutan demokrasi, serta bagaimana upaya melindungi sistem demokratis harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Salah satu poin utama yang dikemukakannya adalah tentang pentingnya batas-batas politik dan keberagaman dalam sistem politik. Kedua penulis menguraikan bagaimana ekstremisme politik yang tidak terkendali dapat mengancam stabilitas demokrasi. Keduanya memberikan contoh nyata dari negara-negara di berbagai belahan dunia yang telah mengalami kemunduran demokrasi karena kurangnya kontrol terhadap partai dan pemimpin yang radikal.

Levitsky dan Ziblatt juga menggarisbawahi pentingnya peran elit politik dalam menjaga keberlangsungan demokrasi. Mereka membahas konsep "gatekeeping" di mana elit politik bertanggung jawab untuk membatasi akses kekuasaan terhadap partai atau individu yang berpotensi merusak demokrasi. Contoh seperti penolakan terhadap partai atau pemimpin yang bermain di luar batas-batas demokrasi dijelaskan dengan baik dalam buku ini.

Buku ini tidak hanya mengidentifikasi masalah, tetapi juga menawarkan solusi potensial. Levitsky dan Ziblatt merumuskan beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah kemunduran demokrasi. Keduanya menekankan pentingnya mendukung institusi-institusi yang independen, membangun koalisi yang inklusif, serta mempromosikan dialog antarpartai untuk menjaga keseimbangan kekuasaan.

Secara keseluruhan, "Bagaimana Demokrasi Mati" adalah karya yang relevan dan penting di tengah dinamika politik kontemporer. Buku ini memberikan wawasan mendalam tentang risiko yang dihadapi demokrasi dan mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana kita dapat menjaga sistem politik yang inklusif dan berkelanjutan.

Levitsky dan Ziblatt berhasil menggabungkan analisis ilmiah yang kuat dengan contoh nyata yang menarik, menjadikan buku ini penting bagi siapa pun yang peduli terhadap masa depan demokrasi di dunia.

Yang menarik dari buku ini, belum pernah saya temukan di buku lain, dan menjadi inspirasi kalau nanti saya menulis buku adalah adanya Catatan Akhir, yang ditempatkan menjadi bab terakhir buku ini.

Sebenarnya Catatan Akhir ini merupakan daftar referensi atau Daftar Pustaka yang biasa ada. Namun, uniknya, Catatan Akhir ini berisi kalimat-kalimat insight yang ada di tiap halaman buku, dan dijelaskan diambil dari buku (referensi) apa. Pantas kalau kemudian Catatan Akhir ini mengambil porsi cukup tebal, 66 halaman.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun