Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Mencermati Kemungkinan Mencuatnya Duet Ganjar-Puan

7 Desember 2022   13:57 Diperbarui: 7 Desember 2022   14:09 375 1
POLITIK adalah seni dari berbagai kemungkinan. Itu frasa yang sudah lebih menyerupai adagium dan dipercaya semua kalangan di belahan dunia mana pun, tak terkecuali para elit politik. Politik sebagai pengejawantahan dari berbagai keniscayaan juga selalu dikedepankan manakala bicara tentang ketidakmungkinan. Tidak ada yang tidak mungkin dalam politik.

Maka, layak menjadi pemikiran jika pada akhirnya Megawati Soekarnoputri menetapkan Ganjar Pranowo dan Puan Maharani sebagai pasangan capres dan cawapres dari PDIP untuk kontestasi akbar politik di 2024 mendatang.

Pimpinan tertinggi partai banteng moncong putih yang sekaligus pemegang legitimasi atau hak prerogatif untuk menentukan capres dan cawapres sesegera mungkin mendeklarasikan pasangan yang akan dipertarungkannya di Pilpres 2024. Sesegera mungkin? Ini pastinya masuk ranah pertimbangan Megawati.

Ada masanya ketika Ganjar Pranowo dan Puan Maharani seperti tengah bertarung. Ganjar terpinggirkan, Puan yang terus dikedepankan. Ganjar beberapa kali tak diundang di acara partainya sendiri, pun yang digelar di sejumlah kota di Jawa Tengah, provinsi yang dipimpinnya sebagai gubernur.

Pada banyak kesempatan Ganjar pun kerap disentil oleh para elit PDIP, termasuk dengan keberadaan Dewan Kolonel yang diinisiasi oleh sejumlah anggota dewan dari PDIP di parlemen, sebagai isyarat keras dukungan untuk Puan Maharani. Meski belakangan Dewan Kolonel ini dibubarkan atas perintah Megawati, karena meningkatkan friksi dengan akar rumput yang menjadi pendukung Ganjar melalui Dewan Kopral.

Ada masanya ketika Puan Maharani demikian digadang-gadang oleh partai dengan dipercaya menjalankan tugas-tugas khusus partai, mulai dari memimpin silaturahmi atau menjalin komunikasi dengaan pimpinan partai politik lain, hingga keliling daerah untuk menemui kader partai di seluruh penjuru Tanah Air.

Ada banyak petunjuk atau kode keras yang memperlihatkan kecenderungan partai lebih memihak ke Puan Maharani, ketimbang untuk Ganjar. Petunjuk atau kode-kode yang semakin mengentalkan kesan betapa terpinggirkannya Ganjar. Puan seolah-olah enggan bertemu Ganjar. Ironis, disanjung atau dielu-elukan oleh elit partai lain dan memiliki relawan pendukung yang menakjubkan, namun seperti tak dianggap oleh partai sendiri.

Namun, kesan kuat condongnya keberpihakan pada Puan Maharani yang mantan Menko PMK dan kini Ketua DPR itu kini seakan sirna. Nuansa kompetisi di antara keduanya sudah berakhir. Kedua kader partai tersebut sekarang sudah terlihat mesra. Keduanya dipersatukan oleh Presiden Joko Widodo yang menghadirkan keduanya pada dua acara di Solo, medio November lalu.

Pertama, pada Sabtu (19/11), Puan menghadiri acara Muktamar Muhammadiyah dan Asyiyah ke-48 di Stadion Manahan, Solo. Acara itu juga dihadiri oleh Ganjar sebagai penguasa wilayah. Kedua, dua hari kemudian, tepatnya Senin (21/11), Puan bersama Ganjar kembali mendampingi Jokowi saat membuka Munas Himpunan Pengusaha Muda (Hipmi) XVII di Hotel Alila, Solo. Bahkan, seperti diberitakan Kompas.com, kedatangan Puan di Bandara Adi Soemarmo, Solo, dijemput oleh Ganjar.

Kemesraan yang mereka perlihatkan pada dua acara di Solo seperti menepis atmosfir permusuhan yang memayungi keduanya. Puan, yang di pembukaan acara Hipmi disebut-sebut oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia sebagai capres, banyak mengumbar senyum. Pun Ganjar. Dari dulu kami dekat, berhubungan baik, kalau terkesan jarang komunikasi karena sama-sama sibuk, itu dalih Puan kepada media.

Cairnya hubungan Ganjar dan Puan, merujuk pada kemesraan yang mereka perlihatkan sekarang, menumbuhkan kembali spekulasi terkait kemungkinan dipadukannya mereka untuk Pilpres 2024 mendatang. Spekulasi yang makin menguat jika dikaitkan dengan sikap Megawati yang belakangan cenderung protektif terhadap Ganjar, termasuk dengan kemarahannya atas pembentukan Dewan Kolonel yang diinisiasi kelompok elit partai pendukung Puan.

Mencermati kemungkinan itu, pertanyaan besarnya adalah siapa yang akan dimajukan sebagai capres dan siapa cawapres? Mungkinkah Puan, yang elektabilitas atau tingkat keterpilihannya dari berbagai hasil lembaga survei terus cekak, yang akan ditempatkan di posisi terhormat itu? Atau sebaliknya, Ganjar, yang elektabilitasnya stabil, yang mendominasi urutan pertama dalam deretan kandidat capres dan minimal selalu berada di posisi tiga besar?

Tidak sedikit yang berpendapat jika Puan cukup layak untuk dijadikan capres, tentu atas pilihan ibunya. Namun, potensi Puan untuk menjadi presiden ke-8 pada periode 2024-2029 itu masih di bawah peluang Ganjar.

Pengusungan Ganjar dan Puan sebagai capres dan cawapres di Pilpres 2024 sebenarnya sudah cukup ramai diperbincangkan sejak beberapa bulan lalu. Pada pertengahan 2022, Arya Fernandes dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) sudah menyebut pengusungan  duet Ganjar-Puan adalah opsi alternatif yang patut dipertimbangkan oleh PDIP maupun Megawati, presiden ke-5.

Pengusungan Ganjar dan Puan, sebut Arya di Kompas.com, dapat emperkuat konsolidasi partai menjelang Pemilu 2022. Akar rumput PDIP akan total untuk melakukan mobilisasi dukungan.

Kendati demikian, Arya Fernandes bukannya tak melihat adanya kendala atau hambatan. Tetap ada plus minusnya. Minusnya, formasi koalisi yang terbentuk tentu akan terbatas, karena partai lain pasti akan berhitung juga. Bagi partai lain, posisi cawapres tentu menjadi 'alat tawar' atau ruang negosiasi sebagai pertimbangan membangun koalisi.

Untuk plusnya, jika akhirnya terpilih, PDIP akan semakin kuat.

Terkait dengan minusnya, yakni jika PDIP tak berkoalisi, sudah pasti akan dikeroyok oleh partai lainnya. Dalam pengamatan Ujang Komarudin dari Indonesia Political Review, bagaimanapun kekuasaan itu harus atau perlu dibagi-bagi. Oleh karena itu, ada istilah power sharing.

Ini serupa dengan pandangan Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran yang juga pengamat sosial dan kebijakan publik, Jannus TH Siahaan. Menurut dia, sebagaiamana disampaikannya di Kompas.com, Puan secara politik praktis sudah berada di depan Ganjar Pranowo satu langkah.

Menurut Jannus, elektabilitas Ganjar yang tinggi bisa tak berarti jika pada ujungnya tidak memiliki partai untuk maju sebagai capres 2024. Artinya, Ganjar bisa saja gagal menjadi capres jika tetap bertahan untuk berharap hanya dimajukan oleh PDIP meskipun semua lembaga survei menempatkannya di posisi teratas.

Prediksi dari Siti Zuhro, peneliti ahli utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), tak jauh berbeda. Dia menyebut Ganjar Pranowo tak akan bermanuver ke partai lain seandainya PDIP ternyata mengusung Puan. Kecil kemungkinan partai politik lain bersedia mengusung Ganjar sebagai capresnya.

PDI-P memiliki ideologinya sendiri sebagai partai politik. Puluhan tahun menjadi partai banteng, ideologi PDI-P diyakini sudah sangat melekat dalam diri Ganjar. Hal-hal demikian, kata Siti Zuhro, tentu akan sangat diperhitungkan oleh partai politik lain seandainya hendak menampung Ganjar.

Partai politik lain juga akan mempertimbangkan atau menghitung secara cermat soal perbedaan budaya itu. Jika Ganjar hengkang dari PDIP dia tidak akan punya banyak dukungan. Kendati elektabilitasnya besar, dukungan Ganjar hanya datang dari para relawan. Padahal, kekuatan relawan tak sebanding dengan partai politik...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun