Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Ismaniar Perempuan Aceh Matang dalam Partai Politik Berpeluang Membangkitkan Perjuangan Rakyat Aceh Dimata Dunia

8 Februari 2024   16:28 Diperbarui: 8 Februari 2024   16:39 195 1

Oleh : godfathersApakah masyarakat Aceh menyadari bahwa dalam proses perlawanan masyarakat aceh terhadap penjajah yang paling dominan berandil adalah kaum perempuan melebihi kaum pria.

Aceh adalah daerah paling banyak melahirkan perempuan sebagai pejuang kemerdekaan rakyat, diantaranya Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Malahayati dan lain-lain.

Sebagai rakyat Indonesia tentu bisa mengambil suatu kesimpulan bahwa Aceh sudah maju dalam kesetaraannya dibanding daerah lain di nusantara. Begitu ilustrasi singkat yang menjadi kesumpulan pembangunan karakter dan mental kaum perempuan yang melebihi kaum perempuan di nusantara.

Indikator ini sudah seharusnya ada dibenak semua orang Aceh apalagi perempuannya supaya perempuan Aceh tidak hanya berkisar diantara sumur, dapur dan kasur sebagaimana kebanyakan masyarakat berpikir.

Kemudian hal ini juga sebagai suatu indikator bahwa rakyat Aceh hidup dalam kepemimpinan yang demokratis meskipun masa itu masih dalam sistem kerajaan di nusantara.

Lantas kenapa dalam sistem politik demokrasi di Indonesia sekarang perempuan Aceh justru terbenam dalam politik yang seharusnya justru lebih mudah tampil dan berkarya dengan sistem politik demokrasi Indonesia sejak reformasi tahun 1998.

Hopotesa yang bisa kita ambil bahwa pimpinan politik dan kepala daerah yang tidak membuka ruang lebih kepada perempuan, mereka melihat perempuan dalam dimensi sebagai pemuas nafsu, yang dipandang mungkin sebatas wajah cantik, body bahenol dan unsur feminim lainnya, walaupun hal ini kita tidak bisa membuktikan tetapi logikanya para pemimpin daerah Aceh yang semuanya lelaki terlalu menganggap remeh perempuan dalam aktivitas berpolitik dan bernegara.

Karena lemahnya pandangan pemimpin Aceh dalam demokrasi, maka rakyat harus mengambil alih untuk membangun rekayasa sosial demi membangkitkan peran perempuan Aceh dalam politik bernegara. Jangan hanya berpangku tangan dan menyerahkan pada keadilan pemimpin daerah Aceh, rakyatlah yang harus berandil merubah nasibnya untuk masa depannya yang lebih baik.

Dalam partai politik kita melihat banyak tumbuh bibit-bibit pejuang perempuan Aceh yang tidak maksimal publisitas keruang publik, dan mentalitas masyarakat Aceh yang dikungkung dengan sistem feodal (sistem penjajahan) sehingga keunggulan mereka justru terkubur dengan cara berpikir yang sempit akibat pembodohan sosial dalam politik dan bernegara.

Logikanya dalam sistem politik bagi perempuan yang memberikan nilai lebih dengan kuota UU penempatan mereka 30 persen dalam politik justru menjadi mispersepsi bahwa perempuan Indonesia sebagai perempuan yang lemah dimata sosial, tetapi dalam persepsi pemerintah justru sebaliknya mereka menggenjot kaum perempuan agar setara dengan kaum lelaki sebagaimana semangat demokrasi yang memberi kesempatan kepada semua orang sebagaimana hak azasinya.

Ismaniar adalah sosok perempuan yang tumbuh dalam politik partai sejak reformasi, kemudian dia mulai berkiprah dalam Partai Amanat Nasional (PAN) yang saat itu berjuang untuk membangun demokrasi di Indonesia dari masa kepemimpinan Amien Rais hingga ke masa Hatta Rajasa sebagai ketua umum.

Ismaniar yang berawal dari perempuan partai yang kemudian menjadi aktivis dan ketua organisasi perempuan politik di Aceh dan memimpin perempuan dari semua partai politik. Berikut juga berbagai ketua organisasi perempuan seperti Ikaboga, IWAPI  dan lain-lain diberi kepercayaan kepadanya untuk memimpin di Aceh.

Oleh karena itu dalam organisasi politik ia juga menjadi wakil ketua yang paling kuat bahkan setelah pindah ke partai Nasdem ia juga menjabat sebagai wakil ketua di partai yang mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden.

Sebagai perempuan partai politik, ia juga pernah menjadi Bendahara di partai PAN sebelumnya, namun karena sebagian besar kader eksodus ke partai Nasdem di Aceh, maka ia memperoleh nomor urut 3 (Tiga) dalam daftar caleg pada pemilu tahun 2024 sekarang.

Perjuangan demi perjuangan secara mental telah menguatkan sosok perempuan dalam politik sebagaimana Ismaniar, namun pada masyarakat awam tentunya berita seperti ini, disamping tidak sampai juga tidak begitu berarti untuk mereka.

Kenapa? Tentu saja karena pada masyarakat pemilih memandang seorang caleg dalam perspektif sosial yang sempit. Sebagaimana teori politik bahwa pada masyarakat yang belum membudayakan organisasi, tentu mereka hanya melihat politisi yang establish, apa lagi yang bisa diberikan setelah pemberian kali ini. Begitulah kecenderungan pada masyarakat dunia ketiga yang ikut memilih termasuk di daerah Aceh.

Padahal caleg yang benar berpolitik menjerit harus memenuhi kriteria menjadi tuan bagi pemilihnya. Namun karena kecenderungan sosial yang tumbuh secara alamiah dan fungsi partai politik yang lemah dalam advokasi rakyat maka kita harus menerima prilaku sebagai sosial normatif yang sulit sekali untuk dirubah.

Bila saja masyarakat memahami dan tahu perjuangan perempuan dalam politik tentu mereka akan mendapatkan tokoh-tokoh perempuan yang bisa memberi andil tidak hanya mengangkat hidup secara kreatif bagi masyarakat umum tetapi mereka juga mengutamakan kaumnya yang perempuan melakukan aktivitas dalam politik dan bernegara yang produktif.

Minimal kaum perempuan bisa di rubah dari sebatas urusan rutin yang dipahami lelaki dan kaum perempuan akan diangkat derajatnya sehingga mereka tidak menjadi sebatas pembantu tugas kaum lelaki.

Sebagai masyarakat daerah tentu kita bangga memiliki perempuan yang mampu dalam politik, bisa membawa aspirasi kaum perempuan dan masyarakat umum ke dunia politik bernegara. Maka sesungguhnya tokoh perempuan politik seperti ini perlu mendapat sambutan masyarakat.

Bukan sebaliknya mendukung lelaki dengan dalih kuat tanpa reserve dan tanpa mempedulikan track recordnya yang justru banyak tersandung berbagai masalah dalam urusan bernegara. Kebijakan Partai politik juga tidak berbeda mereka memberi prioritas kepada kaum lelaki asalkan ada setoran yang banyak untuk kampanye walaupun kriteria orangnya yang dipilih tidak memenuhi syarat lagi sebagai pemegang amanah sebagai wakil rakyat.

Semoga hasil pemilu akan datang, Aceh bisa memunculkan perempuan Aceh dalam politik bernegara sehingga semangat perjuangan perempuan Aceh bisa dibangkitkan kembali sebagaimana kehebatan perempuan Aceh masa lalu yang memberi keunggulan Aceh dimata dunia.

Salam

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun