Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Boikot Pajak, Kenapa Tidak?

26 Maret 2010   09:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:11 559 0
Terbongkarnya kasus mafia pajak yang melibatkan seorang pegawai golongan IIIA Depkeu bernama Gayus Tambunan menyulut kekecewaan masyarakat. Melalui situs jejaring sosial, facebook, telah diumumkan sebuah “gerakan” bertajuk Gerakan 1.000.000 facebookers Dukung Boikot Bayar Pajak untuk Keadilan”.

Terlebih, kasus ini mengemuka setelah pemerintah, khususnya Depkeu, mengklaim sebagai institusi yang paling dini (dan paling berhasil) melakukan reformasi birokrasi. Bahkan atas nama reformasi birokrasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah mengajukan renumerasi atas pegawai di Kementeriannya dengan janji bakal memperbaiki produktivitas dan kinerjanya.


Menanggapi hal ini, pihak Dirjen Pajak Depkeu mengakui bisa memahami kekecewaan masyarakat. Melalui Pelaksana Jabatan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Angin Prayitno, pemerintan meminta agar masyarakat tidak sampai memboikot pembayaran pajak. “Tetapi kalau ditilik dari undang-undangnya, pajak adalah kewajiban. Kita tidak bisa melanggar undang-undang. Kita wajib membayar pajak,” jelas Angin.

Pernyataan hampir senada juga disampaikan Denny Indrayana. "Mari kita berpikir jernih. Menyelesaikan masalah ini, dari sisi untuk terus melakukan, reformasi penerimaan pajak," kata Sekretaris Satgas Denny Indrayana, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (26/3).

Pernyataan pemerintah yang merespon gerakan facebookers dengan mencoba berlindung dibalik undang-undang dengan memberikan penekanan pada aspek “pajak sebagai kewajiban” sebenarnya bisa jadi bumerang.

Pemerintah seolah masih beranggapan bahwa keadaan masihlah normal, padahal yang terjadi sudah tidak bisa dikatakan normal. Masyarakat dituntut untuk menjalankan kewajiban dan berpikir jernih, sementara persoalannya sendiri bermula dari ketidak-mampuan pemerintah menjalankan kewajiban dan menjernihkan persoalan dengan segera.

Munculnya gerakan boikot pembayaran pajak sesungguhnya disebabkan oleh adanya ketidakpercayaan masyarakat. Semestinya, gerakan ini dijawab dengan pertama kali memulihkan kepercayaan masyarakat.

Dengan pernyataan seperti itu, pemerintah seolah hendak melemparkan kembali masalah yang tengah dipersoalkan kepada masyarakat. Sementara hingga kini belum jelas apa yang akan dilakukan kepada orang-orang seperti Gayus Tambunan. Bahkan di mana keberadaan Gayus Tambunan pun, hingga sekarang masih belum jelas.

Masalah seputar kasus ini sebenarnya tidak hanya terletak pada misteri uang sebesar Rp 25 miliar dalam rekening Gayus Tambunan. Misteri tersebut sudah pasti harus dibongkar, namun misteri yang tidak kalah penting untuk juga dibongkar adalah system seperti apa yang memungkinkan pegawai seperti Gayus Tumbunan bisa menumpuk uang sedemikian banyak? Rasanya tidak masuk akal jika Gayus yang baru lulus dari STAN tahun 2000 bisa mengerjakan semua itu sendirian.

Masalah berikutnya adalah apa yang menyumbat hidung kepolisian, kejaksaan, dan hakim, termasuk satgas pemberantasan mafia hukum, sehingga tidak satu pun dari mereka yang mampu mengendus adanya kejahatan yang dilakukan Gayus padahal yang bersangkutan pernah diajukan ke Pengadilan meski dengan tuntutan penggelapan?

Jangan-jangan, jumlah yang sebenarnya berhasil dikumpulkan Gayus tidak hanya sebesar Rp 25 miliar, tapi lebih dari itu. Hanya saja mungkin dana-dana itu tidak mengalir ke rekeningnya dia, tapi langsung ke rekening mereka yang selama ini telah bekerja sangat baik sehingga menghasilkan vonis bebas untuk Gayus.

Terakhir, lha kok, setelah heboh kasus Century, masalah lagi-lagi muncul di instansi pemerintah yang dipimpin Sri Mulyani? Ada apa dengan dia? Benarkan Sri Mulyani kredibel memimpin instansi departemen keuangan di republik ini.

Gini aja deh, jangan dulu ajari kami selaku rakyat untuk menunaikan kewajiban atau menghimbau kami untuk berpikir jernih dan tidak emosional. Jawab dulu pertanyaan-pertanyaan di atas dan jalankan segera kewajiban untuk membongkar masalah-masalah itu. Seret semua yang terlibat tanpa kecuali dan jangan ada lagi impunity. Pemerintah harus tahu bahwa ancaman boikot bayar pajak bukan ancaman main-main dan sungguh tidak ada rakyat yang suka dipermainkan.

Dan ingat, kami tidak ingin masalah ini berakhir anti-klimaks seperti kasus Century. Jika semua itu selesai dan memuaskan rakyat, baru kita bisa bicara soal hak dan kewajiban secara normal.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun