Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Opini Penyelenggaraan Pilkada Bebas Korupsi

6 Desember 2020   08:13 Diperbarui: 6 Desember 2020   08:17 116 1
Tak terasa tinggal menghitung hari lagi pemilihan kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2020 yang akan di laksanakan pada rabu (9/12/2020).Walaupun di tahun ini tidak seperti biasanya,di tahun ini sebagai mana kita harus melaksanakan Pilkada dalam kondisi pandemi Covid-19,harus mengikuti Protokol Kesehatan dan dengan waktu yang terbatas.

Sebelum itu saya akan menjelaskan apa sih Pilkada itu ?

Apa itu pilkada ?   Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada) dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud mencakup:
Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi
Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten
Wali kota dan wakil wali kota untuk kota.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengingatkan potensi tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Ia juga mengatakan, tingginya biaya yang harus dikeluarkan calon untuk mengikuti pilkada dapat menjadi pintu masuk bagi timbulnya tindak pidana korupsi oleh kepala daerah setelah terpilih.

Korupsi ? Korupsi atau rasuah adalah tindakan pejabat publik,baik politisi maupun pegawai negeri,serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang di kuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

"Oleh karena itu, sejak awal pemilihan, pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah harus mengetahui bagaimana menghindari potensi munculnya benturan kepentingan," ujar Firli dalam Webinar Nasional Pilkada Berintegritas 2020, di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Selasa, 20 Oktober 2020

Webinar bertema Mewujudkan Pimpinan Daerah Berkualitas melalui Pilkada Serentak yang Jujur Berintegritas tersebut hasil kerja sama KPK bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Acara itu ditujukan sebagai pembekalan bagi calon kepala daerah dan penyelenggara pemilu di 270 daerah peserta pilkada.

Berdasarkan hasil Survei Benturan Kepentingan dalam Pendanaan Pilkada oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KPK pada 2015, 2017, dan 2018, Firli menyebutkan, ditemukan potensi adanya benturan kepentingan berkaitan erat dengan profil penyumbang atau donatur.
Sumbangan donatur, sebagai pengusaha,memiliki konsekuensi pada keinginan donatur untuk mendapatkan kemudahan perizinan dalam menjalankan bisnis, keleluasaan mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta keamanan dalam menjalankan bisnis. Temuan survei KPK pada 2018 memperlihatkan, 83,8 persen calon berjanji memenuhi harapan donatur ketika calon memenangkan Pilkada.

Sejauh ini belum di temukan korupsi dana pilkada,tetapi KPK sudah menghimbau potensi pidana korupsi.

"Hasil survei KPK menemukan, sebesar 82,3 persen dari seluruh calon kepala daerah dan wakil kepala daerah menyatakan adanya donatur dalam pendanaan pilkada. Hadirnya donatur disebabkan adanya gap antara biaya pilkada dan kemampuan harta calon. Harta pasangan calon tidak mencukupi untuk membiayai pilkada," ujarnya.

Sesuai catatan survei KPK, total harta rata-rata pasangan calon adalah Rp18,03 miliar. Bahkan, ditemukan pula ada satu pasangan calon yang hartanya minus Rp15,17 juta. Padahal, berdasarkan wawancara mendalam dari survei KPK itu, diperoleh informasi untuk bisa mengikuti tahapan Pilkada, pasangan calon di tingkat kabupaten/kota harus memegang uang antara Rp5-10 miliar, yang bila ingin menang idealnya mempunyai uang Rp65 miliar.

Banyak kepala daerah yang tersangkut tindak pidana korupsi. Hingga Juli 2020, 21 gubernur dan 122 bupati/walikota/wakil terjerat korupsi yang ditangani KPK. Sebab itu, lanjutnya, KPK menyuarakan urgennya pilkada berintegritas, yakni pilkada yang menghasilkan kepala daerah yang bebas benturan kepentingan.
 
Petugas kesehatan menyemprotkan cairan disinfektan di Tempat Pemungutan Suara saat simulasi Pemilihan Kepala Daerah di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (14/9/2020).  Simulasi tersebut digelar untuk menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk penyelenggaraan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 di tengah wabah COVID-19.

 Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan realisasi anggaran Pilkada tahun 2020, tahun ini sendiri pemerintah akan menambahkan anggaran APBN sebanyak Rp 4,77 triliun untuk melaksanakan pesta demokrasi daerah.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa anggaran Pilkada 2020 sendiri totalnya Rp 20,4 triliun, naik dari rencana awal yang cuma disiapkan Rp 15,23 triliun. Hal ini terjadi karena perlunya tambahan dana untuk membiayai anggaran protokol kesehatan pada saat Pilkada dilakukan.

"Total anggaran Pilkada yang tadinya sebelum ada protokol kesehatan Rp 15,23 triliun yang awalnya didanai APBD, dengan protokol kesehatan, anggaran bertambah jadi Rp 20,46 triliun," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (22/9/2020).
Dia menjelaskan dari anggaran tersebut Rp 15,23 triliun di antaranya tetap dibiayai APBD, realisasinya hingga awal September menurut Sri Mulyani sudah mencapai 93,2% atau sekitar Rp 14,2 triliun. Masih sisa Rp 1,02 triliun yang belum disetor daerah.

Baru Mulai, Rapat Menhub di DPR Langsung Diskors
Kemudian untuk dana bantuan APBN sendiri sebanyak Rp 4,77 triliun, sudah dicairkan sebanyak Rp 941,4 miliar. Kemudian saat ini sedang melakukan proses pencairan tahap dua sebesar Rp 2,84 triliun.

Selanjutnya, APBN juga akan dialokasikan membantu anggaran untuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Pilkada 2020, Sri Mulyani menjelaskan untuk anggaran Bawaslu totalnya ada Rp 3,93 triliun, di antaranya dibiayai APBD sebesar Rp 3,46 triliun.

Sisanya Rp 479,9 miliar akan dibiayai APBN. Sri Mulyani menjelaskan, anggaran ini sudah dicairkan dalam dua tahapan.

"Kemudian untuk Bawaslu Rp 3,93 triliun dari APBD itu Rp 3,46 triliun kemudian tambahan dari APBN ada Rp 474,9 miliar. Dicairkan dalam dua tahapan, satu dicairkan Rp 157,4 miliar, kemudian Rp 237,4 m," papar Sri Mulyani.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun